Buku Kristen Kuno Bahasa Madura Perlu Perhatian Serius
GKJW masih menyimpan buku-buku Kristen lama berbahasa Madura, namun buku-buku langka itu kurang terawat
Monday, Jul. 4, 2005 Posted: 10:28:00AM PST

Majalah Bahana dalam artikelnya menyatakan, saat ini terdapat upaya untuk merawat penerjemahan Alkitab dan bacaan rohani lainnya dalam bahasa Madura.
Di lingkungan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), jemaat Sumberpakem di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang sebagian besar jemaatnya dari suku Madura, masih menyimpan buku-buku Kristen lama berbahasa Madura. Namun, buku-buku langka itu kurang terawat. Buku-buku ini sebagian disimpan di gereja, sebagian lagi disimpan warga desa di kaki Gunung Raung, 30 km timur laut Jember.
Pendeta Sapto Wardoyo yang melayani sejak 2003, pun mengaku sulit membaca buku-buku kuno ini. "Saya sendiri sulit membaca dan memahami buku-buku langka itu," ujar Pak Lestari (55), seorang warga Sumberpakem.
Orang Madura pertama yang memeluk agama Kristen adalah Pak Bing. Ia dibaptis di Bondowoso pada 23 Juli 1882. Tanggal itu menjadi tonggak awal berdirinya jemaat Sumberpakem, meskipun peresmian sebagai gereja jemaat baru pada tahun 1900.
Saat ini terdapat jemaat suku Madura berjumlah 254 jiwa yang berdomisili di Sumberpakem, Paleran, dan Slateng. Jemaat menggunakan Alketab (bahasa Madura) terbitan LAI dan Kejungan Pojian Rohani, terbitan GKJW-VEM Jerman. Di Pulau Madura, GKJW juga memiliki satu jemaat, yaitu jemaat Bangkalan. Dimana kebaktian diselenggarakan dengan bahasa Indonesia.
Proses penerjemahan Alkitab ke bahasa Madura berlangsung dari tahun 1982-1992. Penerjemahnya adalah anggota gereja, Ny. Cicilia Jeanne d’Arc Hasaniah Waluyo, putri budawayan Madura, alm Abdurachman Sastrosubroto, yang saat itu berprofesi sebagai guru musik, bahasa Inggris dan agama Katolik di SMP Pamekasan. Ia ditugasi LAI Jakarta pada tahun 1981 untuk menerjemahkan Alkitab.
Di kalangan suku Madura, bahasa Madura Sumenep termasuk bahasa tingkat tinggi dan menjadi standar bagi kalangan pelajar. Salah satu kendala proses penerjemahan adalah tempat tinggal penerjemah, peneliti, dan konsultan yang berjauhan. Setelah diuji coba selama dua tahun, Alkitab dalam bahasa Madura akhirnya diterbitkan oleh LAI dengan nama Alketab dengan tambahan keterangan E Dhalem Basa Madura atau dalam bahasa Madura sehari-hari. Parjanjian Kona (Perjanjian Lama) setebal 1.306 halaman dan Parjanjian Anyar (Perjanjian Baru) 512 halaman. Terjemahan itu telah diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia di lingkungan Gereja Katolik. Alketab diluncurkan secara resmi oleh Sekretaris Umum LAI, Drs. Soepardan, pada 28 Agustus 1994. Alketab pertama kali dibaca oleh Pdt. Emeritus Alpeyus Kaeden, putera Madura pertama yang menjadi pendeta GKJW.
Bahana menyatakan, sayang bila kerja keras tersebut menjadi sia-sia padahal dengan bahasa setempat bisa menjadi alat komunikasi yang efektif untuk pewartaan Injil. Pelestarian bahasanya memiliki arti penting bagi identitas masyarakat.
Sandra Pasaribu
|