Dies Natalis STT Jakarta Ke-71
Acara utama diisi dengan orasi Dies Natalis yang dibawakan oleh Pdt. Dr. Kadarmanto Hardjowasito, yang berjudul "Belajar Merayakan Kemajemukan - Pendidikan Religius Kristiani dalam Masyarakat Majemuk"
Wednesday, Sep. 28, 2005 Posted: 11:10:28AM PST
|
(Foto: Sandra Pasaribu/ KP) |
|
(Foto: Sandra Pasaribu/ KP) |
|
(Foto: Sandra Pasaribu/ KP) |
Sekolah Tingi Teologi (STT) Jakarta menyelenggarakan upacara dalam rangka Dies Natalis ke-71, Selasa (27/9) di Aula STT Jakarta, Jalan Proklamasi No 27, Jakarta Pusat.
Acara utama diisi dengan orasi Dies Natalis yang dibawakan oleh Pdt. Dr. Kadarmanto Hardjowasito, yang berjudul "Belajar Merayakan Kemajemukan - Pendidikan Religius Kristiani dalam Masyarakat Majemuk", kemudian laporan dari Ketua STT Jakarta, dan pemberian penghargaan kepada karwayan. Setelah upacara, digelar sebuah diskusi membahas isi orasi yang disampaikan.
Dalam orasinya, Pdt. Kadarmanto Hardjowasito, menegaskan bahwa pendidikan secara umum dan religius secara khusus -- dan masyarakat multikural memiliki hubungan timbal balik. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang majemuk harus mengelola keberagamannya dengan benar. "Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan dan keberagaman dalam masyarakat. Jika dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas menghasilkan energi yang hebat. Sebaliknya bila tidak dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas dapat menghasilkan bencana yang dahsyat," katanya. Ia mengutip pendapat para ahli bahwa Pendidikan Religius Kristiani harus menekankan pentingnya berfokus pada masalah sosial-kultural-kontekstual, dibantu oleh ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dna psikologi, dan dengan dasar biblis dan teologi yang tepat. Dengan demikian pendidikan Kristiani menjadi kancah mengantisipasi, menginformasikan, membentuk karakter, menulis skenario, dan pemuridan; sebuah strategi untuk menyingkapi secara 'fair' realitas dunia sekitar yang majemuk dan memudahkan (memfasilitasi) orang-orang percaya yang berjalan didalamnya.
Menurut Kadarmanto, normativitas iman orang Kristiani harus tetap pada tempatnya, akan tetapi diperkaya oleh dialog bermakna dengan saudara-saudara yang lain. Ia menyatakan, bahwa dalam pendidikan religius Kristiani, pengajaran iman Kristiani dapat dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang sungguh-sungguh terbuka dan harus meninggalkan bentuk-bentuk indoktrinatif.
"Dengan mempersiapkan para pengajar melalui pendidikan yang lebih luas cakupannya dan lebih baik, dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan kaya serta waktu yang cukup, kita dapat berharap bahwa pendidikan religius Kristiani di dalam konteks kemajemukan agama, budaya, etnis, dsb, mendapat perhatian yang memadai serta tempat yang layak dalam berbagai pelayanan pendidikan gereja, baik dalam kegiatan pembelajaran warga gereja maupun melalui lembaga pendidikan yang dilayani oleh gereja."
Sandra Pasaribu
|