Flores Menuju Kerja Sama Kawasan
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero menjadi tuan rumah dari seminar internasional yang membahas hubungan antara Portugal dan Indonesia
Friday, Jun. 10, 2005 Posted: 9:02:23AM PST
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, 31 Mei-1 Juni 2005 menjadi tuan rumah dari seminar internasional yang membahas hubungan antara Portugal dan Indonesia, khususnya hubungan Portugal dengan kawasan Flores (termasuk Lembata dan Alor). Demikian seperti yang diberitakan Kompas.
Sejumlah 100 pejabat teras dari delapan kabupaten di kawasan itu, termasuk bupati menghadiri acara tersebut. Dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT Wakil Gubernur NTT Frans Leburaya, Ketua DPRD NTT Melkianus Adoe, dan sejumlah kepala dinas dan anggota DPRD NTT turut serta. Hadir juga Duta Besar RI untuk Portugal Lopez da Cruz serta Duta Besar Portugal untuk Indonesia Jose Manuel Santos Braga.
Seminar yang bertajuk Flores–Portugal: From Cross-Cultural Heritages to Diversified Cooperation itu diselenggarakan atas kerja sama berbagai pihak yaitu Pusat Kajian Etnolinguistik Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar), Kedutaan Besar Portugal di Indonesia, Pemerintah Kabupaten Sikka dan STFK Ledalero.
Pemprov NTT, Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jakarta, lembaga donor dari Portugal, Bank BNI, dan Bank Mandiri juga ikut mensponsori kegiatan yang diikuti total sekitar 400-500 peserta itu. Tampil sebagai pembicara para pakar dari UGM, UI, Kementerian Budpar, wakil Portugal, dan dosen-dosen Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dalam pidato kunci yang dibacakan staf ahli Kementerian Budpar Prof Dr Muchlis Pa’eni menyebut kawasan Flores memiliki potensi "sangat besar" di bidang kepariwisataan. Potensi itu memiliki unsur pokok daya pesona wisata, yakni keindahan alam, keaslian, kelangkaan, dan keutuhan.
Di kawasan itu terdapat obyek wisata yang langka, dan bahkan menjadi satu-satunya di dunia, yakni biawak raksasa purba di Komodo (Manggarai Barat), Danau Tiga Warna di Kelimutu (Ende), dan tradisi berburu ikan paus di Lamalera (Lembata), dan ratusan obyek wisata budaya yang unik dan orisinil di semua daerah.
Melalui pintu kepariwisataan, potensi Flores sebagai sebuah kawasan wisata budaya pun dapat digali dan dikembangkan, antara lain seperti yang terkait dengan warisan silang budaya antara Flores dan Portugal. Warisan silang budaya itulah yang membuat Flores amat dekat secara kultural dengan Portugal.
Peminat kebudayaan Frans Meak Parera menyebutkan, Portugal untuk Flores hingga Alor memiliki makna simbolis yang penting, antara cultural cost dan cultural opportunity, dan membuat kawasan itu jauh lebih terbuka, mengenal dunia modern. Terjadi pula pergolakan ekonomi, politik, dan kebudayaan di kawasan itu.
Sebuah interaksi dan integrasi budaya antara Flores dan Portugal telah terlangsung sejak berabad-abad silam. "Tetapi, relasi itu hingga kini kurang berdampak pada peningkatan kemampuan ekonomi dan politik lokal untuk mengurangi budaya kemiskinan struktural," ujar Frans, yang juga Direktur Eksekutif Bank Naskah Gramedia
Duta Besar Portugal untuk Indonesia Jose Manuel Santos Braga juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kemiskinan yang masih melanda kawasan Flores yang memiliki hubungan kultural dengan Portugal itu. Oleh karena itu, dia mengharapkan semua daerah di Flores memanfaatkan kerja sama dengan Portugal.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|