Mahasiswa STKIP Santo Paulus Diusir Keluar Kampus
Adanya keputusan untuk memulai kembali perkuliahan dianggap tidak sah
Wednesday, May. 11, 2005 Posted: 11:11:54AM PST
Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) Santo Paulus Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur pada hari Senin, 9 Mei mengalami kericuhan. Karena, pada hari itu para mahasiswa dan dosen yang memulai perkuliahan diusir keluar kampus oleh aparat kepolisian dan sejumlah preman.
Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Yayasan Pendidikan Santo Paulus Ruteng (Yapespar) Pater Marselinus Agot SVD mengatakan kepada Suara Pembaruan, sejak hari Sabtu, 7 Mei, pihaknya telah mengumumkan kepada mahasiswa untuk memulai lagi kegiatan akademik di kampus tersebut.
Meskipun Dewan Pembina Yapespar yang juga Uskup Ruteng Mgr Eduardus Sangsun SVD sudah mengumumkan secara resmi bahwa kegiatan kampus dibekukan terhitung tanggal 30 April hingga 31 Mei 2005. Tetapi menurut Marselinus Agot, Uskup Ruteng pada hari Minggu, 8 Mei, menyatakan pengumuman yang dikeluarkan Pater Marselinus Agot itu sebagai pengumuman yang illegal karena Marselinus Agot telah diberhentikan sebagai Ketua BPH Yapespar.
Tetapi , Pater Marselinus Agot menyatakan bahwa dirinya tetap sah sebagai ketua BPH Yapespar. Ia berargumen, pemecatannya sebagai Ketua BPH Yapespar bukan oleh Ketua Dewan Pembina melainkan oleh Uskup Ruteng. Karena itu ia merasa juga berhak mengumumkan kepada mahasiswa untuk memulai kembali perkuliahan pada Senin itu. Tetapi, lanjutnya, ketika memulai perkuliahan aparat kepolisian dan preman datang dan mengusir serta memukul para dosen dan mahasiswa di dalam kampus yang hendak memulai kegiatan akademis.
Marselinus Agot mengeluhkan tindakan aparat kepolisian terutama yang menurutnya memihak pihak Uskup Ruteng. “Kami sudah minta bantuan Dandim. Dia sekarang masih bicara dengan Pelaksana Harian Bupati Manggarai.”
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Thomas Suyatno kepada Suara Pembaruan menyatakan, dalam konteks otonomi kampus keputusan meliburkan mahasiswa dapat saja dibenarkan berdasarkan pertimbangan dan situasi lokal, tetapi meliburkan mahasiswa dalam waktu yang sangat lama adalah sesuatu yang aneh.
Ia menyarankan, semua pihak yang berkepentingan dalam perguruan tinggi harus duduk bersama sebelum mengambil sebuah keputusan penting termasuk meliburkan mahasiswa. Pihak-pihak terkait yang dimaksud adalah pihak yayasan, senat dosen, dan mahasiswa.
Yunita Tjokrodinata
|