70 Tahun Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
Tuesday, Sep. 28, 2004 Posted: 10:26:55PM PST

Jakarta -- Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STTJ) memperingati usianya yang ke-70 dalam Upacara Dies Natalis, hari Senin (27/9) di Kampus Jalan Proklamasi 27 Jakarta. Acara tersebut dibuka oleh Ketua STTJ, RP Borrong, D. Theol, dan dihadiri para dosen, mahasiswa, Pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi, serta para alumnus.
Pada acara tersebut Pdt. Dr. Lazarus Purwanto menyampaikan orasi berjudul "Menjadi Batu Hidup" yang merupakan tema dari peringatan hari ulang tahun sekolah tinggi teologi tersebut. Tema ini diambil dari 1 Petrus 2:5 yang berbuyi "Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah."
Dalam orasi itu, Purwanto mengungkapkan bahwa keberadaan STTJ harus berakar dan tidak dapat dipisahkan dari gereja, dan harus mengembangkan jati diri yang berorientasi pada jemaat dan demi pembangunan jemaat. Namun dalam kenyataannya hubungan STTJ dengan gereja dan jemaat justru mencerminkan adanya keprihatinan sekaligus harapan.
Keprihatinan itu, kata dia, terlihat dari hasil survei yang dilakukan yang menunjukkan bahwa dari kalangan dosen ada persepsi bahwa ilmu yang dikaji dan dikembangkan di sekolah tinggi teologi ini bahasan dan pendekatannya berbeda dengan apa yang digumuli oleh jemaat dan gereja.
Sedangkan kalangan gereja dan jemaat belum menjadi komunitas imani yang terbuka dan mau belajar bersama dengan STT Jakarta sebagai sebuah lembaga pendidikan teologi. Bahkan masih ada anggapan bahwa STTJ dilihat sekadar sebagai "pabrik pendeta" yang harus memenuhi kebutuhan mereka.
Purwanto menekankan bahwa memposisikan hubungan dengan gereja dan jemaat tidak harus berarti meniadakan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan yang dimiliki lembaga pendidikan ini.
Lebih jauh diungkapkan bahwa seperti tema yang diangkat itu, STT Jakarta justru ditantang untuk menjadi "batu hidup" bagi pembangunan jemaat.
Meskipun tidak mempunyai potensi untuk mengubah jemaat secara langsung, sekolah tinggi teologi ini harus dikelola dan dikembangkan agar memberi pengaruh dan sumbangan yang konstruktif bagi jemaat dan transformasi jemaat.
Oleh karena itu, Purwanto mengungkapkan bahwa peran tersebut harus menjiwai kiprah setiap dosen, mahasiswa dan para alumni, agar mereka menjadi bagian dan terlibat dalam pergumulan yang dihadapi jemaat, yang disebutnya sebagai insan gereja (church person).
Sementara itu, menurut Ketua Panitia Peringatan 70 tahun STT Jakarta, Dr. Kadarmanto Hardjowasito, dalam peringatan ini ada sejumlah kegiatan yang dilakukan antara lain penerbitan buku sejarah STT Jakarta berjudul " Hogere Theologische School, Awal Pendidikan Teologia di Indonesia", kuliah umum, dan pertemuan dengan alumni yang bertajuk 70 jam di STT Jakarta. (S-22)
SP
|