Juara Pidato Internasional Dipuji Karena Menyoroti Identitas Kebangsaan
Tuesday, Jul. 6, 2004 Posted: 3:24:09PM PST
MANILA -- Sebuah sekolah Katolik untuk anak-anak perempuan dekat Manila memuji seorang lulusannya yang memenangkan Lomba Pidato Internasional di London. Pidatonya menyoroti identitas lokal dalam dunia tanpa perbatasan.
Sekolah menengah untuk anak-anak perempuan dari Saint Theresa's College yang dikelola para suster Hati Maria Tak Bernoda di Quezon City, timur laut Manila, memuji sang juara dalam Misa yang biasa diselenggarakan untuk menghormati Allah Roh Kudus pada pembukaan tahun ajaran baru, 28 Juni.
Patricia Evangelista, 19, mahasiswi tahun kedua, mengalahkan 60 peserta dari 37 negara yang bersaing dalam lomba pidato tahunan internasional 15 Mei yang disponsori English Speaking Union. "Dunia Tanpa Perbatasan" merupakan tema kompetisi tahun ini. Kompetisi semacam itu sudah dimulai sejak 1981.
Seusai Misa 28 Juni, Evangelista mempresentasikan pidatonya yang memenangkan lomba itu. Pidato itu berjudul "Blonde and Blue Eyes" wanita berambut pirang dan bermata biru."
Menurut Maria Teresa Bayle, kepala sekolah dari sekolah menengah yang pernah menjadi almamaternya itu, pidato itu sesuai dengan tema tahun ajaran baru, "Tanamkan Kembali Nilai-Nilai Filipina Kita." Evangelista "adalah teladan baik seorang wanita Filipina untuk diikuti para pelajar kami," kata Bayle kepada UCA News. "Kami mengajar anak-anak perempuan kami untuk kritis terhadap situasi di sekitar mereka," lanjutnya.
Kepala sekolah itu menceritakan bahwa sang juara lomba pidato itu adalah orang yang menunjukkan "kebanggaannya sebagai seorang Filipina, tapi orang yang juga merasa gampang menyesuaikan diri dengan situasi apa pun yang dihadapinya dalam hidup."
Evangelista lulus bulan April 2003 dari Saint Theresa's College untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah. Dia kini menjadi anggota, dan terus membantu, tim debat sekolah menengah itu.
Berikut ini adalah teks lengkap yang dipresentasikan di sekolah itu:
Ketika saya masih kecil, saya ingin seperti banyak anak Filipina di negeri ini. Saya ingin berambut pirang, bermata biru, dan berkulit putih.
Saya menyangka bahwa jika saya berusaha keras dan menjadi anak yang baik, saya akan bangun pagi di Hari Natal dengan salju di luar jendela dan bintik-bintik di hidung saya! Hal itu terjadi karena lebih dari empat abad negeri kita berada di bawah dominasi Barat.
Saya punya 16 kemenakan. Hanya dalam beberapa tahun, hanya lima orang yang tinggal di Filipina. Lainnya merantau untuk mencari padang rumput yang lebih hijau.
Ini bukan suatu keanehan. Ini merupakan suatu kecenderungan: diaspora orang Filipina. Dewasa ini, sekitar 8 juta orang Filipina tersebar di seluruh dunia.
Ada orang-orang yang tidak setuju kalau orang Filipina memilih untuk merantau. Saya termasuk di antara mereka yang tidak setuju itu. Mungkin ini suatu reaksi alamiah dari mereka yang merasa ditinggalkan, yang hanya tersenyum melihat foto-foto keluarga yang jumlah anggotanya semakin berkurang setiap tahun.
Ditinggalkan, itulah yang dapat saya katakan. Negeri saya adalah tanah air yang terus memperjuangkan kemerdekaan. Para pahlawan kita mengorbankan hidupnya dalam perjuangan melawan orang Spanyol, Jepang, dan Amerika. Berkemas (untuk pergi) dan menyangkal identitas itu sama saja dengan meludahi semua pengorbanan itu.
Next Page: 1 | 2 |
|