Ketua MPR Minta Penundaan Eksekusi Tibo Cs
Thursday, Mar. 30, 2006 Posted: 5:44:58PM PST
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid sepakat dengan keinginan pihak kuasa hukum terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo dkk, untuk meminta Kejaksaan menunda eksekusi. Hidayat, yang mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, mengimbau Mahkamah Agung (MA) memperhatikan novum (bukti baru) yang diajukan Tibo dkk, sebelum eksekusi dilakukan.
”Kita memang mempertanyakan kenapa eksekusi itu harus dilaksanakan terburu-buru, masih ada hukuman mati lainnya dari dulu tidak dieksekusi. Ini kan kita masih lakukan upaya hukum karena memang belum selesai, tapi mau cepat-cepat saja. Kita berusaha menghindari adanya pelanggaran HAM berat atas eksekusi mati ini,” kata Ignas Iriyanto, anggota tim kuasa hukum Tibo Cs mengutip pernyataan Hidayat Nurwahid, usai audiensi tertutup di Gedung MPR/DPR Jakarta, Senin (27/3).
Tim Pembela Fabianus Tibo Cs yang tergabung dalam Padma Indonesia (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) Ignatius Hariyanto dan Paskalis Pieter mengatakan aparat penegak hukum tak bisa mengabaikan adanya novum berdasarkan pernyataan 9 orang saksi dalam permintaan peninjauan kembali.
Paskalis Pieter mengatakan penundaan eksekusi dan pengungkapan mereka yang terlibat diharapkan akan menjadi pintu masuk bagi terjadinya rekonsiliasi antarwarga di Poso yang selama beberapa tahun dilanda konflik. Paskalis Pieter bersama rekannya Roy Rening juga telah mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminta grasi kedua, sekalipun penolakan atas permintaan grasi pertama belum diterima oleh terpidana.
Di kesempatan berbeda, fungsionaris DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Haris Rusli Moti, mengatakan bahwa sejak awal kasus peradilan Tibo CS sudah sesat hukum. Kasus peradilan ketiga orang ini didominasi oleh mafia peradilan dan kepentingan politik yang berkepentingan untuk menutupi latar belakang dan dalang kasus kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah.
”Presiden seharusnya cerdas melihat proses peradilan semacam ini, karena pidana mati pada Tibo Cs justru akan menutupi kabut di balik kasus kerusuhan dan kekerasan di Poso,” ujarnya kepada SH di Jakarta, Senin (27/3) .
Haris Moti melanjutkan bahwa jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menutup mata dan kembali menolak permohonan grasi yang diajukan, Presiden terlibat menghilangkan saksi kunci dalam peristiwa kekerasan di Poso yang sebenarnya sudah mulai terungkap dengan kesaksian Tibo Cs. Hal sama dikemukakan oleh Jeff Dompas yang mewakili umat Katholik.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Center For Democracy and Social Justice Studies Ustaz Umar Abduh menegaskan bahwa umat Islam juga membutuhkan pembuktian kesaksian Tibo tentang 16 orang yang disebutkan di pengadilan sebagai biang kerok awal kerusuhan di Poso.
”Semua agama sama, yaitu menjunjung tinggi keadilan. Mereka yang berupaya untuk menutupi pintu pembuktian untuk mendapatkan keadilan justru bertentangan dengan ajaran agama apapun. Grasi pada Tibo atas dasar novum baru justru akan membantu pihak yang berwajib mendapatkan mata rantai yang selama ini hilang dalam kerusuhan Poso,” kata Umar Abduh.
Next Page: 1 | 2 |
Maria F.
|