Menteri Agama: Dukungan Minimal 60 Orang Tidak Mutlak
Wednesday, Apr. 19, 2006 Posted: 12:00:04PM PST
Menteri Agama (Menag), M Maftuh Basyuni menegaskan, dukungan masyarakat setempat untuk mendirikan rumah ibadah paling sedikit 60 orang tidak bersifat mutlak. Bila jumlah dukungan itu tidak terpenuhi, sedangkan calon pengguna rumah ibadah sudah memenuhi keperluan nyata dan sungguh-sungguh, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
"Ini berarti bahwa sekelompok umat beragama yang telah memenuhi keperluan nyata dan sungguh-sungguh tidak akan ditolak keinginannya untuk mendirikan rumah ibadah. Hanya saja lokasinya mungkin digeser sedikit ke wilayah lain yang lebih mendapat dukungan masyarakat setempat," kata Menag, Senin (17/4), Suara Pembaruan memberitakan.
Sosialisasi keputusan bersama dua menteri tersebut diberikan kepada para Wagub, Kepala Kantor Agama, dan Perwakilan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi seluruh Indonesia. Sosialisasi diberikan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri, Sudarsono Hardjo Soekarto.
Menag menjawab kritik berbagai kalangan yang disampaikan ke pemerintah terkait dengan peraturan itu.
Ia mengatakan, Pemerintah sama sekali tidak mengatur soal doktrin agama yang merupakan kewenangan masing-masing agama. Yang diatur hanyalah hal-hal yang terkait dengan lalu lintas para pemeluk agama yang juga warga negara Indonesia (WNI) ketika mereka bertemu WNI pemeluk agama lain dalam mengamalkan ajaran agama mereka. Peraturan ini tidak mengurangi kebebasan beragama yang dijamin Pasal 29 UUD 1945.
Beribadah dan membangun rumah ibadah adalah dua hal yang berbeda. Beribadat adalah ekspresi keagamaan seseorang kepada Tuhan, sedangkan membangun rumah ibadah adalah tindakan yang berhubungan dengan warga negara lain karena kepemilikan, kedekatan lokasi dan sebagainya.
"Karena itu prinsip yang dianut dalam peraturan ini adalah pendirian sebuah rumah ibadah harus memenuhi peraturan yang ada, kemudian dalam waktu yang sama harus tetap menjaga kerukunan umat beragama, menjaga ketenteraman, dan ketertiban masyarakat. Inilah prinsip, sekaligus tujuan dari peraturan ini," ujarnya.
Dikatakan, peraturan ini dengan sendirinya menghilangkan keraguan sebagian orang yang mengatakan, pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan dan tanggung jawab di bidang kehidupan keagamaan sebagaimana dipahami sepintas dari Pasal 10 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Jadi kewenangan pemerintah pusat di bidang agama berdasarkan bunyi pasal tersebut hanyalah menyentuh pada aspek kebijakannya. Sedangkan aspek pelaksanaan pembangunan dan kehidupan beragama itu sendiri dilakukan semua warga, termasuk pemerintah daerah.
|