Komnas HAM: Segera Adili Pelanggar HAM
Thursday, Apr. 27, 2006 Posted: 10:28:15AM PST
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tetap akan terus mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melimpahkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat ke pengadilan. Setidaknya, hingga saat ini beberapa kasus pelanggaran HAM, seperti kasus Wasior dan Wamena, masih terbengkalai.
"Dari penyelidikan, kami menyimpulkan terjadi pelanggaran hak asasi berat atas kasus-kasus itu. Hasil penyelidikan telah kami serahkan ke Kejaksaan Agung," kata Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara, Rabu (26/4), seusai menerima keluarga korban Wasior dan Wamena.
Namun, hasil pemeriksaan Komnas HAM dikembalikan kejaksaan dengan alasan syarat formil belum lengkap. "Kami menolak pengembalian itu karena penyelidikan telah sesuai UU. Kini kami hanya bisa mendesak agar kejaksaan menuntaskan kasus itu," ujar Abdul Hakim.
Salah seorang wakil keluarga Wasior, Isaak, mengaku tak tahu mengapa anaknya dibunuh. "Setelah diajak pergi oleh aparat, empat hari kemudian jenazahnya ditemukan mengenaskan. Kalau memang ia terlibat masalah politik, silakan adili, bukan dibunuh," keluh Isaak, yang dikuatkan Martha Rumsayur yang kehilangan dua putranya.
Direktur Eksekutif Demos Asmara Nababan mengingatkan, berbagai kasus pelanggaran HAM dan kekerasan di Indonesia harus segera diverifikasi. Verifikasi itu penting untuk memberi rasa keadilan bagi korban, mencegah agar kekerasan tak terulang, serta menegaskan pertanggungjawaban hukum bagi yang terlibat.
"Impunitas harus diputus," kata Asmara Nababan dalam diskusi bertajuk "Mengungkap Keterlibatan Negara dalam Kekerasan Politik di Poso", Selasa (25/4) di Jakarta. Selain Asmara, hadir pula George Aditjondro serta Umar Abduh dari Centre for Democracy and Social Studies.
Asmara mengungkap, dari banyak kasus kekerasan, negara gagal menumbuhkan rasa aman bagi warga, bukan karena tak mampu, tetapi karena tidak ada niat. Bahkan, tak jarang negara terlibat atas munculnya kekerasan itu.
George Aditjondro menambahkan, masyarakat harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam polarisasi agama yang disebutnya sebagai jebakan intelijen. Dalam banyak kasus kekerasan dan pertikaian horizontal, George menduga adanya kolusi tiga komponen, yaitu modal, oknum militer, dan milisi.
Umar Abduh juga melihat keterlibatan intelijen dalam pelestarian konflik. Konflik Poso, misalnya, disebutnya sebagai eskalasi kegiatan intelijen. Munculnya fundamentalisme di Indonesia adalah satu contoh dari kerja intelijen. "Agama terhegemoni oleh aksi intelijen. Kita harus jeli agar tidak terjebak," katanya. (Kompas)
|