Perjuangan Damai di Panggung El Hanager
Kumpulan manusia membentuk suatu kesatuan menyimbolkan perjuangan untuk perdamaian dan perang. Adegan ini merupakan salah satu bagian dari pementasan teater El Hanager asal Mesir dengan judul "Aqnea Aqmesha wa Massaer" (Topeng, Baju dan Nasib) dala
Saturday, Sep. 18, 2004 Posted: 8:47:23PM PST
Perang dan perdamaian adalah dua hal yang selalu ada dalam sejarah manusia. El Hanager, sebuah grup kesenian dan budaya dari Mesir, menampilkan potensi dramatik dari tema perang dan perdamaian dalam rangkaian Art Summit Indonesia (ASI) IV di Graha Bhakti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Selasa (14/9) dan Rabu (15/9).
Lakon pementasan El Hanager ditulis oleh seniman Irak yang tinggal di Uni Emirat Arab, Kassen Muhammad, dengan berjudul Aqnea Aqmesha wa Massaer (Topeng, Baju dan Nasib) dan dimainkan oleh 18 seniman muda yang penuh semangat. Sutradara Hanny El-Mattennawy mengolah potensi drama perang dan perdamaian ini dengan cara yang unik. Dia tidak menampilkan pertunjukan tentang perang, tapi ia menyimpulkan sejarah manusia dengan mengelaborasi tema perang dan damai dengan cara kreatif.
Kepada wartawan di Jakarta, Hanny el Mattennawy mengatakan pada awalnya, sang penulis memang berfokus pada kerusakan dan besarnya jumlah korban jiwa yang terjadi dalam perang Irak, karena penulis memang memiliki pengalaman dua kali perang Irak. Namun saat latihan, mereka mengembangkan naskah hingga cakupannya menjadi lebih luas. El Hanager juga membumbuinya dengan pesan mengutuk nafsu manusia akan keinginan berkuasa dan keinginan membunuh.
"Kami tidak lagi menampilkan sebuah pertunjukan tentang perang dengan gamblang. Kami memilih menggunakan topeng sebagai sebuah simbol bahwa manusia memiliki dua sifat, yaitu yang terlihat secara nyata melalui fisik dan yang tidak terlihat yaitu keinginan hati yang sering kali membawa manusia dalam perang dan konflik batin," katanya.
Dengan topeng, El Hanager mencoba menggambarkan sebuah karakter dasar dalam kehidupan manusia. Sebuah simbol berupa lorong-lorong ditampilkan sebagai perwujudan kehidupan. "Kehidupan adalah sebuah saluran besar yang tidak pernah berakhir dan berwujud seperti satu penjara besar," ujarnya.
Tema perang dan damai, menurut Hanny, sangat dekat dengan manusia. "Peran manusia di dunia bagaikan hidup dalam permainan catur. Tiap keadaan adalah sebuah medan pertempuran yang sangat keras dan mematikan dan manusia selalu berjuang untuk memenangkan perang atau berdamai," katanya.
El Hanager menampilkan kehidupan manusia dalam lorong-lorong kain yang seolah tak memiliki ujung. Terus menerus ada, selama manusia ada lorong yang berisi nasib, kelemahan dan keserakahan manusia itu selalu ada. Selama manusia hidup, mau tidak mau, manusia harus menjalani semua kelemahan yang bagai monster atau hantu yang hidup dalam tiap individu manusia.
Di negara asalnya, El Hanager dikenal sebagai kelompok budaya yang mementaskan seni tradisi Mesir. El Sayed Fathy, staf Kementrian Pariwisata Mesir mengatakan para seniman El Hanager tak hanya memiliki kemampuan pertunjukan. Mereka juga mampu menyiapkan sendiri panggung dan dekorasi yang dibutuhkan.
"El Hanager tidak hanya mengajarkan aktornya untuk tampil, tapi juga mengajari seluruh anggotanya tentang bagaimana menyiapkan sebuah pertunjukan. Ini membuat seluruh anggota menjadi sangat dekat dan tumbuh rasa kekeluargaan dan saling memiliki," ujarnya.
Next Page: 1 | 2 |
|