Tokoh Agama Sulut Sepakat Menolak SKB
Wednesday, Nov. 9, 2005 Posted: 1:28:57PM PST
Sejumlah tokoh agama di Sulut, antara lain, Pastor Fred Tawaluyan Pr (Katolik), Gembala Teddy Batasina STh (Ketua Umum Pucuk Pimpinan KGPM), Pdt Decky Lolowang MTh (Sekretaris Umum BPS GMIM), Pdt Wempie Kumendong (GPdI) dan RH Kawet (Sekretaris BAMAG Sulut) sepakat untuk menolak keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri.
Penegasan itu diungkapkan dala sebuah seminar yang dilaksanakan Komite Seribu Hari Transformasi (Sehati) Sulut, di Hotel Ritzy, Selasa (08/11) kemarin, Harian Komentar memberitakan. Mereka meminta pemerintah segera mencabutnya untuk diganti dengan UU Kebebasan Beragama dan UU Perlindungan Kaum Minoritas karena keberadaan SKB ini telah membuat orang-orang di luar kantong Kristen menjadi tidak nyaman.
“Adanya SKB ini telah membuat orangorang di luar kantong Kristen menjadi tidak nyaman dalam melakukan peribadatan. Hal ini menandakan bahwa kebebasan beragama telah mengalami reduksi, di mana peran dan dominasi pemerintah begitu besar. Apakah kehidupan beragama di Indonesia sudah tidak rukun sehingga pemerintah perlu mengaturnya dengan SKB,” kata Tawaluyan.
Sekretaris Umum BPS GMIM Pdt Lolowang juga bernada sama. Menurutnya, SKB ini sudah berulang kali dibahas dan rencananya juga akan dibahas oleh Sinode Am Gereja-gereja Sulutteng (SAG). “Dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi bangsa kita dewasa ini, sangat diperlukan kedewasaan. Sebab, seperti kita ketahui negara kita paling banyak menghasilkan produk hukum yang intinya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Contohnya saja, dulu SKB 1969 terdapat 6 pasal, kini setelah direvisi menjadi 26 pasal. Hal ini terjadi karena pemerintah sangat dominan,” tandas Lolowang seraya menambahkan agar SKB dapat disesuaikan dengan UU 1945 khususnya pasal 29.
Sedangkan Batasina mengatakan, selama ini kita masih terpengaruh dengan pola lama dalam melihat hadirnya UU, khususnya dalam menerapkan toleransi beragama, sehingga tidak mengherankan jika UU yang disahkan selama ini selalu terlambat direspons. Karenanya, agar hal ini tidak terulang, maka umat Kristen perlu berpikir bijak dan penuh pengkajian. “Revisi SKB ini sebelumnya telah ditolak PGI dengan pertimbangan bahwa SKB hanya akan menggiring bangsa Indonesia menjadi negara agama. Sebab, semua kegiatan keagamaan telah diintervensi pemerintah,” tukasnya sembari menandaskan, bila kerukunan agama mau pun pendirian tempat ibadah bukan soal aturan.
Hal yang sama juga dikatakan Kumendong. Dalam keterangannya dikatakan bahwa SKB merupakan pembunuhan karakter yang mengorbankan banyak orang. Pasalnya, SKB bertentangan dengan UU 1945. Namun demikian sebagai warga gereja yang juga warga negara dalam menyikapi hal ini diperlukan sikap yang penuh nuansa kasih. “Persoalan ini memang perlu digumuli lewat doa, namun juga harus diimbangi dengan usaha agar SKB ditiadakan,” tegasnya.
Di sisi lain, Pnt Max Rembang yang juga diundang hadir sebagai pembicara mengatakan agar persoalan ini tidak disikapi secara konfrontasi dengan perspektif politik praktis yang lebih menitik-beratkan kepentingan, melainkan lebih mengedepankan eksistensi warga gereja. Dalam hal ini, dapat menempatkan orang-orang yang dinilai mampu untuk berjuang mencabut SKB.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|