Tokoh Kristen: SKB Dua Menteri Tidak Boleh Disahkan Dahulu
Tuesday, Feb. 28, 2006 Posted: 5:23:04PM PST
Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), pengganti Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri no 1 tahun 1969, tidak boleh disahkan dahulu sebelum mendapat persetujuan semua agama. Karena jika disahkan, dikuatirkan akan terjadi disintegrasi di negara ini.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia Bonar Simangunsong di Jakarta. Menurutnya yang namanya Surat Keputusan Menteri tidak berlaku dalam sistem perundang-undang. "Yang boleh membuat peraturan hanyalah mereka yang dipilih oleh rakyat, seperti DPR/MPR, Presiden, atau Gubernur, bukannya menteri yang diangkat oleh Presiden. Juga dalam system perundag-undangan di negara kita yang lebih dulu ada adalah UUD, baru kemudian UU, Keputusan Presiden dan Keputusan Gubernur, tidak ada dan tidak diakui yang namany keputusan menteri. Jadi SKB itu harus ditolak karena hal itu dan juga karena diskriminatif," ujarnya.
Akan tetapi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama (Depag), Atho' Mudzhar mengatakan, "Tidak benar ada penolakan dari kelompok Kristen. Yang benar ada beberapa pasal yang diberi catatan. Soal catatan, semua majelis agama memang memberi catatan."
Atho' membantah kelompok Kristen menyangkal hasil revisi SKB yang sebelumnya telah disepakati semua majelis agama dan kini sudah ditangani oleh pakar bahasa. Pada draft, SKB hasil revisi itu akan berjudul Peraturan Bersama Menag dan Mendagri tentang Pembinaan kerukunan umat beragama, pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat di Daerah.
Pada Jumat (24/2) pagi, Partai Damai Sejahtera (PDS) melakukan pertemuan dengan Menag dan Mendagri. Juga hadir beberapa tokoh dan ormas agama Kristen yang menyatakan penolakan revisi SKB sekaligus meminta SKB no 1/1969 dicabut.
Atho' mengatakan, pihaknya akan kembali bertemu dengan semua majelis agama sebelum peraturan tersebut ditandatangani kedua menteri. Ia juga menyatakan tidak akan berandai-andai akan kembali ke SKB lama no 1 tahun 1969, jika Peraturan Bersama Menag dan Mendagri hasil revisi SKB itu benar-benar ditolak atau dimentahkan lagi.
Sebelumnya Atho' mengatakan, SKB no 1/1969 hanya terdiri atas enam pasal yang multi tafsir. Seperti tidak adanya kejelasan siapa yang disebut Pemda, pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu, serta tak jelas siapa yang disebut ulama atau rohaniawan setempat.
Atho' mengatakan, sebab-sebab munculnya permasalahan pada pendirian rumah ibadah di lapangan karena tidak jelasnya persyaratan minimal pendirian, batas waktunya dan tak adanya komunikasi antarpemuka agama setempat.
Selain itu rumah tinggal sering disalahgunakan sebagai rumah ibadah yang dihadiri bukan oleh warga setempat, serta tidak transparannya rencana pembangunan rumah ibadah pada penduduk di sekitar lokasi.
SKB, tak menghalangi kebebasan beragama untuk membangun rumah ibadah karena sejak 1977 hingga 2004 jumlah rumah ibadah telah bertumbuh sangat pesat. Menurut data Depag, rumah ibadah Islam mengalami kenaikan 64,22 persen, dari 392.044 menjadi 643.834 pada 2004. Sementara rumah ibadah umat Kristen melonjak 131,38 persen dari 18.977 menjadi 43.909, dan Katolik 152,79 persen dari 4.934 menjadi 12.473 bangunan pada 2004, Antara memberitakan.
Next Page: 1 | 2 |
Maria F.
|