LPA Bantu Anak-Anak Miskin Maluku
Thursday, Sep. 16, 2004 Posted: 10:43:23AM PST
AMBON, Maluku -- Lembaga Pelayanan Adopsi (LPA) yang didirikan oleh seorang pensiunan uskup di Propinsi Maluku berencana untuk membantu lebih banyak anak miskin menyelesaikan pendidikan mereka.
Suster Bernadetta Yeuyanan PBHK, Pelaksana Harian LPA, mengatakan kepada UCA News 16 Agustus, LPA kini melayani 2.057 anak dari keluarga-keluarga miskin, yang menjaring 1.357 di antaranya selama lima tahun terakhir.
Ambon, ibukota Propinsi Maluku, dan bagian-bagian lain Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara digoncang konflik Kristen-Muslim selama tiga tahun yang mengakibatkan hingga 6.000 orang tewas dan mengungsikan ratusan ribu lainnya. Ketenangan secara umum mulai terjadi sejak penandatanganan perjanjian damai pada Februari 2002 sampai kekerasan baru terjadi di Ambon bulan April, yang menciptakan hampir 14.000 pengungsi baru.
"Tahun ini, lembaga kami, yang melayani anak-anak tanpa memandang suku dan agama, berencana untuk menambah 150 anak lagi," lanjut Suster Yeuyanan.
LPA, yang didirikan oleh Uskup Andreas P.C. Sol MSC tahun 1980 ketika ia menjadi uskup Amboina, membantu anak-anak miskin atau yatim piatu atas rekomendasi dari para imam paroki, suster, tokoh awam Katolik, dan para tokoh agama Islam dan Protestan setempat.
Suster Yeuyanan mengatakan, Uskup Sol, yang kini berusia 89, mendirikan LPA untuk membantu membiayai sekolah anak-anak miskin Maluku, "agar mereka bisa terhindar dari kebodohan dan kelak memperoleh kesejahteraan." Misionaris kelahiran Belanda itu berkarya sebagai uskup Amboina, yang mencakup Kepulauan Maluku, sejak 1965 hingga 1994.
LPA dimulai tahun 1980 dengan hanya dua anak dari Pulau Seram, utara Pulau Ambon. Jumlah anak yang dilayani bertambah menjadi 700 pada tahun 1998. "Namun sejak terjadi konflik bulan Januari 1999, jumlah anak yang terjaring program ini menjadi 2.057," kata suster itu.
Dikatakan, sekitar 780 orang tua asuh di Belanda dan beberapa di Jakarta dan Ambon ikut mendukung karya itu. "Mereka mengirim dana adopsi setiap bulan yang kami berikan kepada anak-anak.".
Anak-anak dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri atas anak-anak dengan orang tua asuh tetap yang memberi bantuan langsung. Mereka bisa studi sampai ke perguruan tinggi jika orang tua asuh menyetujuinya. Kelompok kedua terdiri atas anak-anak yang hanya menerima bantuan biaya sekolah, dan kelompok ketiga menerima bantuan biaya sekolah dan uang untuk membeli perlengkapan sekolah.
"Kami memprioritaskan bantuan bagi anak-anak Maluku yang tidak mampu menamatkan pendidikan SMU," kata Suster Yeuyanan.
Sementara itu, Yayasan Kasih Mandiri, sebuah yayasan perempuan Katolik dan Muslim, juga mengadakan beberapa program untuk membantu kelanjutan pendidikan anak-anak yang terpengaruh oleh konflik baru-baru ini.
Suster Brigitta Renyaan PBHK, Ketua Yayasan Kasih Mandiri, mengatakan kepada UCA News, salah satu program itu adalah inisiatif untuk membantu remaja Kristen yang harus berhenti sekolah akibat konflik. "Kami mengumpulkan mereka dalam sebuah kelompok bernama Agas, dan memberi bantuan psikologis dan beasiswa agar mereka bisa melanjutkan sekolah," katanya. Kebanyakan anggota Agas beragama Protestan.
Next Page: 1 | 2 |
|