Agama Harus Dipisahkan dengan Realitas Sosial
Tuesday, Sep. 14, 2004 Posted: 6:40:55PM PST
Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (PPKTI), Manuel Kaisiepo, meminta para tokoh agama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) memisahkan ajaran agama dengan masalah realita kehidupan sosial sehari - hari.
"Artinya masalah-masalah sosial yang bisa menjadi potensi timbulnya konflik itu harus dibedakan dengan masalah agama, dan jangan dicampur-baurkan," katanya di Ambon, seusai membuka pertemuan tokoh-tokoh agama se-KTI yang berlangsung selama dua hari di Ambon, (14-15/9).
Dia mencontohkan konflik yang terjadi kurang lebih empat tahun di daerah Maluku sebenarnya kalau ditelusuri lebih dalam terjadi karena konflik sosial, akibat kesenjangan sosial, ekonomi dan kesenjangan hukum karena kebijakan yang tidak pas pada masa-masa lalu, akhirnya menimbulkan perasaan tidak puas.
Dengan demikian pelaksanaan dialog antar tokoh agama yang diadakan di Ambon saat ini adalah langkah yang bagus.
Menurut menteri, kesalahan semacam itu bukan saja pada tokoh-tokoh agama, tapi juga pemerintah sendiri sehingga secara jujur harus mengoreksi kebijakan itu, apakah kebijakan yang keliru di masa lalu yang menimbulkan ekses seperti sekarang ini atau ada perubahan-perubahan.
"Jadi hasil dari pelaksanaan dialog ini para tokoh agama diharapkan membina umat dengan lebih baik dan lebih mendalam, supaya bisa taat kepada ajaran agamanya masing-masing dan harus dipisahkan dengan masalah realitas sosial sehari-hari," ujarnya.
Pada masa lalu KTI memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar termasuk Maluku, dan sebagian sudah dikelola dan memberikan kontribusi bagi bangsa dalam bentuk devisa, pajak maupun lapangan kerja dan sebagainya, tapi kontribusi bagi daerah sendiri yang memiliki potensi alam itu belum dirasakan secara proporsional, khususnya masyarakat di daerah.
"Hal-hal semacam ini tentu menimbulkan masalah sosial, apalagi masyarakat sekarang ini tidak lagi tidur tetapi sudah bangun dan tidak bodoh lagi seperti yang diperkirakan selama ini.
Mereka mengetahui persis kalau itu kekayaan mereka, tetapi itu dipakai untuk membagun Jakarta sebagai representasi dari kekuasaan pusat, karena itu diharapkan distribusi yang lebih adil dan profesional sehingga daerah juga merasakan haknya sebagai yang memiliki kekayaan alam itu," kata Manuel Kaisiepo.
Antara
|