Paus Desak Pemerintahan Lindungi Kebebasan Manusia
Monday, Jan. 16, 2006 Posted: 10:22:17AM PST
"Jika kalian tidak takut akan kebenaran, kalian juga tidak perlu takut akan kebebasan," kata Paus Benediktus XVI kepada pemerintah-pemerintah di seluruh dunia, ketika dia menghimbau mereka menghormati hak-hak dasar manusia, khususnya "hak kebebasan beragama."
Imbauan Paus Benediktus XVI dikemukakan ketika ia bertukar ucapan Tahun Baru dengan berbagai badan diplomatik. Imbauan tersebut diungkapkan kepada 174 negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Vatikan, 9 Januari lalu.
"Dalam perkambangan hukum internasional dewasa ini," kata Paus, "semakin jelas bahwa tidak ada pemerintah yang dapat merasa bebas mengabaikan tugasnya untuk memastikan kondisi-kondisi kebebasan yang pas bagi warga negaranya sendiri tanpa serempak menghancurkan kredibilitasnya untuk menyuarakan persoalan-persoalan internasional."
Dalam melindungi "hak setiap pribadi," lanjutnya, "yang terpenting" adalah "memberi kepastian akan hak-hak kebebasan di masing-masing negara, dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan publik, dalam hubungan politik maupun hubungan ekonomi, dalam bidang kebudayaan maupun bidang keagamaan."
Paus menyesali bahwa di sejumlah negara kebebasan beragama tidak dilindungi, dilanggar secara serius, khususnya berkaitan kelompok-kelompok minoritas.
Berbicara dalam bahasa Prancis di Sala Regia dari Istana Apostolik, ia menyatakan kepada para duta besar bahwa mereka mempunyai "misi yang sama" dengan misi Takhta Suci - "misi perdamaian" - yang mencakup peningkatan hubungan-hubungan internasional yang bersahabat."
Paus menarik perhatian mereka pada fakta bahwa "perdamaian dihalangi atau dirusak atau terancam di banyak tempat di dunia" dewasa ini.
Ia juga menegaskan kembali sikap tegas Vatikan bahwa "Israel harus bisa ada secara damai sesuai norma-norma hukum internasional" dan "rakyat Palestina harus bisa mengembangkan secara tulus institusi demokratis mereka sendiri demi suatu masa depan bebas dan makmur."
Walaupun paus mengakui bahwa sepanjang sejarah, keyakinan-keyakinan yang berbeda terhadap kebenaran telah menyebabkan ketegangan, perdebatan, pertikaian penuh kekerasan dan bahkan perang agama, paus berpendapat bahwa "dalam setiap kasus, itu merupakan akibat dari berbagai alasan yang saling terkait dan yang hanya sedikit berhubungan dengan kebenaran atau agama."
Suatu komitmen sejati terhadap kebenaran meretas jalan menuju pengampunan dan rekonsiliasi, kata paus.
Dalam konteks ini, paus menegaskan kembali permohonan maaf Gereja Katolik, yang telah dibuat oleh Paus Yohanes Paulus II pada bulan Maret 2000, atas "berbagai kekeliruan serius yang telah dibuat di masa lampau" oleh anggota-anggota Gereja. Permohonan ampun seperti itu "dituntut demi komitmen terhadap kebenaran," kata Paus Benediktus.
Paus mengatakan kepada para duta besar bahwa "memohon ampun dan memberi pengampunan" merupakan "elemen yang tak terabaikan demi perdamaian." Paus kemudian mengulangi kata-kata pendahulunya: "Tidak ada perdamaian tanpa keadilan, tidak ada keadilan tanpa pengampunan."
Paus Benediktus mendesak para pemimpin negara untuk merenungkan kata-kata ini, terutama "di tempat luka-luka batin dan fisik akibat konflik sangat memilukan, dan kebutuhan akan perdamaian lebih mendesak." Secara khusus, paus menyebut Israel, Libanon, Irak, wilayah-wilayah Great Lakes di Afrika, dan Darfur di Sudan.
Next Page: 1 | 2 |
Della L.
|