Sunat Tradisional Masih Dilakukan Meski Dilarang Gereja
Saturday, Sep. 4, 2004 Posted: 12:00:03PM PST
Para pemimpin Gereja dan pejabat pemerintah di Timor Kabupaten Tengah Selatan (TTS) di Timor Barat mengakui bahwa upaya mereka untuk menghentikan praktek sunat tradisional yang dianggap "bertentangan dengan nilai-nilai moral" dan beresiko terhadap kesehatan, gagal.
"Sifon" (ritual sunat untuk remaja laki-laki yang telah berusia 15 tahun) merupakan suatu tradisi di kalangan masyarakat TTS. Mayoritas masyarakat di kabupaten itu beragama Protestan. Sebagian dari tradisi itu adalah bahwa setiap remaja laki-laki yang telah menjalani sifon, yang dilakukan dengan sebilah bambu yang tajam, harus melakukan hubungan fisik dengan seorang perempuan. Ada kepercayaan bahwa sifon meningkatkan keperkasaan laki-laki dan membuang sial.
Pastor Andreas Sika mengatakan "Kepercayaan ini masih sangat kuat mengakar. Bahkan generasi muda di daerah itu yang sudah mengenyam pendidikan tinggi diam-diam mengunjungi dukun setempat untuk disunat."
"Musim penghujan dan air sungai merupakan lambang rahmat yang mendinginkan panasnya luka bekas sayatan," jelasnya. Namun ia menambahkan, tidak ada jaminan bahwa alat yang digunakan itu steril, sehingga bisa menimbulkan infeksi.
Anton Tateni, 50, seorang katekis Katolik di SoE, mengatakan kepada UCA News, tradisi remaja laki-laki yang melakukan hubungan intim setelah menjalani ritual itu dianggap sebagai cara lain untuk "mendinginkan" sunat
Menurut Tateni, Gereja dan pemerintah telah melarang sifon tapi gagal memberantasnya. Ada keyakinan bahwa tidak hanya para remaja laki-laki yang menjalani sifon yang akan menambah keperkasaan, tapi para perempuan yang berhubungan intim dengan mereka juga akan memperoleh kekuatan jasmani dan rohani. "Masyarakat percaya bahwa kekuatan roh-roh dan kekuatan arwah para leluhur akan dicurahkan secara khusus kepada wanita yang disetubuhi remaja yang baru disunat," jelas Tateni.
Pastor Sika juga mengakui bahwa banyak kaum muda di SoE mengabaikan larangan Gereja dan pemerintah. "Mereka secara diam-diam pergi ke kampung untuk menjalani sifon," katanya. "Mereka tidak takut akan bahaya penyakit menular lewat hubungan kelamin, dan telah terbiasa melakukan seks bebas."
Ditambahkan, ia pernah mengajarkan ajaran Gereja tentang hubungan seks kepada sekelompok kaum muda paroki. Namun mereka mengatakan kepadanya bahwa ajaran itu asing sekali dan tidak cocok dengan adat-istiadat mereka. Ia mengatakan, poligami sudah umum di daerah itu, bahkan di kalangan umat Katolik, dan sejumlah istri yang tidak bisa melahirkan anak laki-laki bahkan akan mendorong suaminya untuk menikahi wanita lain.
Pastor Sika mengatakan, ia melarang umat Katolik untuk menerima Sakramen Pertobatan dan Sakramen Komuni jika mereka tidak "bertobat," tapi "mereka tidak merasa bersalah dan menganggap hukuman itu biasa-biasa saja."
Pendeta Sonya Amtiran dari Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di SoE mengakui bahwa GMIT juga gagal menghentikan tradisi sifon meski sudah mendidik kaum muda dalam kursus persiapan perkawinan tentang bahaya dan efek sampingnya.
Next Page: 1 | 2 |
|