Draf Pengganti SKB Dua Menteri Dinilai Kebablasan
Draf tersebut tidak menjabarkan persepsi yang jelas mengenai rumah ibadat dan kegiatan beribadat. Akibatnya, tujuan dari peraturan tersebut dalam masyarakat nantinya sama sekali tidak akan tercapai, tetapi malah akan menimbulkan masalah baru
Wednesday, Oct. 26, 2005 Posted: 12:35:02PM PST
Draf rancangan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pembinaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat di Daerah sebagai revisi atas Surat Keputusan Bersama No. 01/BER/ mdn-mag/1969 dinilai kebablasan.
Draf tersebut tidak menjabarkan persepsi yang jelas mengenai rumah ibadat dan kegiatan beribadat. Akibatnya, tujuan dari peraturan tersebut dalam masyarakat nantinya sama sekali tidak akan tercapai, tetapi malah akan menimbulkan masalah baru.
Hal itu ditegaskan Ketua Tim Advokasi Hukum Bagi Kebebasan Beragama Posma Rajagukguk, di Jakarta, Senin (24/10) siang. “Draf yang dibuat oleh dua menteri ini malah semakin kebablasan. Kalau draf ini disetujui, setiap kali orang mau beribadah saja harus ada izin. SKB ini malah nantinya akan mengaktifkan berbagai bentuk kekerasan di antara umat beragama,” katanya.
Posma juga menegaskan bidang agama bukan merupakan wewenang pemerintah daerah tetapi wewenang pemerintah pusat. Hal ini mengacu pada Pasal 10 Ayat (1) dan (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut rencana, draf peraturan setebal 15 halaman tersebut akan disahkan sebelum Hari Raya Lebaran yang akan datang.
Rony Sigarlaki salah satu anggota tim advokasi tersebut saat menemui unsur Fraksi Kebangkitan Bangsa di gedung DPR mempertanyakan otoritas dua menteri yang mengeluarkan peraturan bersama tersebut tanpa melibatkan elemen masyarakat. Hingga saat ini, belum ada uji publik atas draf itu.
Wakil Ketua F-KB Mazduki Baidlowi mengatakan peraturan dua menteri tersebut hendaknya tidak menakut-nakuti umat beragama di Indonesia. Ketua F-KB Ali Masykur Musa menjelaskan dalam tata urutan perundang-undangan tidak dikenal lagi yang dinamakan peraturan bersama dan surat keputusan bersama. Karena itu, peraturan bersama dua menteri tersebut tidak memiliki landasan hukum sehingga tidak mengikat anggota masyarakat.
Sandra Pasaribu
|