Pusat Studi Antar-Komunitas di Padang Dibubarkan Paksa
Saturday, Sep. 17, 2005 Posted: 12:20:11PM PST
Para pendukung dialog antaragama di Propinsi Sumatera Barat yang mayoritas Muslim menyesalkan ancaman dari sebuah koalisi kelompok-kelompok Islam untuk membubarkan secara paksa Pusat Studi Antar-Komunitas (PUSAKA).
Ancaman itu muncul pada pertemuan Forum Tokoh Peduli Syariah (FTPS) yang digelar bulan Agustus. Peserta mengeluarkan sebuah kesepakatan bersama yang mendesak semua kaum Muslim untuk mendukung fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 28 Juli, beberapa di antaranya mengharamkan pemikiran Islam yang liberal dan menyatakan bahwa Islam melarang sekularisme dan pluralisme.
FTPS terdiri atas beberapa organisasi nasional -- Hisbut Tahir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI) -- dan sejumlah organisasi Islam lokal.
Kesepakatan itu melarang "individu maupun organisasi untuk mengamalkan dan mengembangkan paham liberalisme, sekularisme, dan pluralisme." Kesepakatan itu secara khusus mengimbau penutupan PUSAKA, dan menyatakan bahwa anggota FTPS akan meminta pihak kejaksaan untuk menutup organisasi seperti itu.
Pada 24 Agustus, harian "Singgalang" yang berbasis di Padang, ibukota Propinsi Sumatera Barat, melaporkan Ibnu Aqil, seorang anggota FTPS dan Ketua Paga Nagari (organisasi Islam) yang mengatakan bahwa "Kami akan melakukan pembubaran paksa terhadap lembaga itu kalau tidak bisa diminta dengan baik-baik."
Ketua FTPS Irfandia Abidin dilaporkan mengatakan kepada 125 peserta pertemuan minggu sebelumnya bahwa pluralisme bukan merupakan syarat untuk menciptakan interaksi yang harmonis di kalangan para penganut dari berbagai agama. Justru, katanya, "Menentang pluralisme, sekularisme, dan liberalisme adalah cara menjaga kemurnian ajaran Islam."
Para pendukung dialog yang membentuk PUSAKA tahun 2000 di Padang antara lain para awam Katolik dari beberapa paroki di wilayah Padang dan para tamatan IAIN Imam Bonjol di Padang. PUSAKA memfasilitasi dialog, diskusi, dan pertemuan antaragama. PUSAKA juga mengorganisir program pelatihan kepemimpinan untuk kaum muda dari berbagai agama, camping kaum muda, dan program akhir pekan. Semua program itu bertujuan untuk menyingkirkan prasangka, stereotype, dan stigmatisasi.
Mengomentari ancaman penutupan PUSAKA, Uskup Padang Mgr Martinus Dogma Situmorang OFMCap mengatakan, kelompok antaragama apa pun yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk membicarakan kepentingan bersama layak didukung. "Lembaga lintas agama, untuk masyarakat majemuk, adalah rahmat istimewa dari Tuhan," katanya kepada UCA News, 3 September.
Maidir Harun, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Sumatera Barat, mengatakan, fatwa MUI tidak bisa menjadi alasan untuk membubarkan PUSAKA karena fatwa itu tidak mengikat secara hukum. Tidak satu pun kaum Muslim atau non-Muslim wajib mematuhi fatwa itu, lanjutnya. "Lembaga antaragama itu beranggotakan umat dari berbagai agama, jadi tidak ada hubungannya dengan fatwa MUI," kata Harun seperti dikutip harian "Singgalang" edisi 24 Agustus.
Rektor IAIN Imam Bonjol itu mengatakan, sekolahnya akan tetap mengajarkan pluralisme.
Next Page: 1 | 2 |
Eva N.
|