Din Syamsuddin: Pembangunan Tempat Ibadah Hak Warga Negara
Thursday, Sep. 1, 2005 Posted: 9:33:32AM PST
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan bahwa pembangunan tempat ibadah menjadi hak setiap warga negara dalam rangka melaksanakan ibadah yang dijamin UUD 1945 dan deklarasi universal hak asasi manusia.
"Termasuk Islam memberikan kebebasan manusia untuk beragama bahkan untuk tidak beragama," katanya di Magelang, Rabu usai menyampaikan orasi ilmiah Milad ke-41 Universitas Muhammadiyah Magelang, Antara memberitakan.
Ia berpendapat, jika di suatu tempat terdapat jamaah suatu agama dengan jumlah relatif cukup dan mereka membutuhkan tempat ibadah maka ikhwal itu tidak bisa ditolak.
Pembangunan tempat ibadah itu, katanya, harus mengedepankan etika sosial dengan kelompok lain yang juga ada di tempat itu.
"Yang sering jadi masalah adalah pendirian tempat ibadah di suatu lingkungan dengan mayoritas penduduk dengan agama tertentu, sementara agama baru itu hampir tidak ada pemeluknya, hanya ada satu atau dua orang, tapi membangun tempat ibadah yang besar. Jelas ini akan menyinggung perasaan masyarakat yang sudah ada disitu dan itu melanggar etika sosial," katanya.
Ia mengakui pembangunan rumah ibadah dan penyiaran agama memang menjadi faktor konflik umat beragama yang harus diatasi agar tidak menjadi "bom waktu".
Apalagi, katanya, agama-agama seperti Islam dan Kristen mempunyai watak dan cenderung ekspansi, mengembangkan diri pada seluruh manusia dan bahkan ekspansi keagamaan itu mendapatkan legitimasi dalam kitab suci.
"Kalau ini tak diatur akan `tabrakan di lapangan`. Ada dua cara mengatasi yakni pendekatan hukum silakan negara, pemerintah ikut campur mengatasi namun terbatas pada menangani mengatur dimensi sosial bukan mengatur kehidupan beragama. Itu tidak bisa, negara tidak boleh intervensi," katanya.
Kedua, katanya, perlu kode etik dan etika sosial yang disepakati bersama di antara kelompok beragama menyangkut cara hidup berdampingan secara damai dengan mengedepankan kemajemukan pluralisme.
Ia menegaskan, setiap tindakan kekerasan tidak dibenarkan dan hanya merusak citra Islam.
"Orang banyak meninggalkan Islam karena citra Islam itu keras, kejam, tidak toleran. Oleh karena itu kita tetap punya semangat membela agama tapi tidak dengan kekerasan. Muhammadiyah tidak setuju dan mengecam kekerasan, tapi selesaikan secara beradab," katanya.
Tindakan kekerasan, katanya, kontra-produktif terhadap Islam, bukan ajaran Islam dan hanya menjadi "bumerang".
Ia menegaskan, Islam tidak mentolerir setiap aksi kekerasan termasuk mengatasnamakan agama karena ikhal itu bertolak belakang dengan nilai-nilai agama.
Islam, katanya, adalah agama perdamaian, menebarkan salam keselamatan bagi umat manusia dan tidak membenarkan aksi kekerasan apalagi menimbulkan hilangnya jiwa dan kerusakan harga benda.
"Kami tidak sependapat dan mengecam segala bentuk kekerasan. Kalau ada masalah dalam kehidupan masyarakat sesama umat Islam, antar-umat beragama, kelompok bangsa masih bisa diselesiakan dengan dialog," kata Din Syamsuddin.
Nofem Dini
|