Pendidikan Kristiani Harus Mereformasi Pelajaran Agama
Saturday, Oct. 9, 2004 Posted: 10:43:11PM PST
YOGYAKARTA - Yayasan pendidikan nasrani harus berani mereformasi model pendidikan agama yang diterapkan di sekolah. yakni sebaiknya mata pelajaran agama tidak berbicara doktrin, tetapi bagaimana menciptakan pembentukan karakter dan budi pekerti yang bersumber dari ajaran agama tersebut.
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa (AYUB), Ir Ciputra di sela-sela seminar dan lokakarya nasional Pendidikan Kristiani untuk Bangsa, Kamis (7/10), yang diselenggarakan di Yogyakarta.
Selama ini dirasakan bahwa indoktrinasi yang ditemukan dalam mata pelajaran agama, kurang bisa dipahami oleh anak didik khususnya dalam implementasinya di luar lingkungan sekolah.
"Saya setuju, doktrin itu diserahkan kepada gereja atau lembaga agama lainnya, karena sekolah sebagai dasar pembentukan karakter harus memiliki wacana yang lebih luas. Bisa saja anak hafal ayat suci namun dalam kesehariannya dia tersandung narkoba," kata Ciputra.
Pendidikan budi pekerti saat ini dirasa sangat mendesak dan belum semua sekolah mempraktikkannya. Lebih lanjut Ciputra memaparkan bahwa dalam penilaian, guru tidak pernah mempertimbangkan nilai perilaku siswa. "Cukup dengan nilai di atas kertas, anak itu bisa lulus. Padahal baiknya penilaian tidak sebatas itu," katanya.
Ada hal yang ditekankan oleh pemilik 10 lembaga pendidikan ini, bahwa dalam proses pembelajaran, teknik menghafal harus ditinggalkan. "Anak harus dicetak menjadi sosok yang kreatif karena ini bekal masa depannya. Dengan menghafal, nilai ujiannya mungkin bagus, tetapi nilai akhlaknya nol," katanya.
Dijelaskan, pemikiran ini juga muncul dalam seminar yang dihadiri 350 peserta dari 28 provinsi. Memberdayakan lembaga pendidikan kristiani dalam keikutsertaannya membangun bangsa harus dimulai dari kurikulumnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) AYUB, Sigit memaparkan, peserta seminar mengomentari, saatnya pelajaran agama itu sebuah reflektif dari persoalan iman mulai dari hal yang empiris hingga ke model keimanan dan karakter religius. "Di sinilah letak fungsi sebuah pola pendidikan pembentuk karakter bangsa. Dimulai dari sekolah, sosok anak bangsa itu terbentuk," katanya.
Ciputra kembali menambahkan, para pengelola dan pelaku pendidikan kristiani harus sadar bahwa persoalan pendidikan saat ini mendapat tantangan yang sangat berat mengingat konteks zaman yang sedang berubah.
Tetap berpegang pada melestarikan keunikan lembaga pendidikan Kristiani dan mendukung firman Tuhan dalam Yohanes 17:21 'Supaya mereka menjadi satu.....'
Diakuinya, bahwa lembaga pendidikan kristiani di DIY sudah mampu menerapkannya ke dalam mata pelajaran religiusitas. Ini menjadi satu itu adalah menjalin persahabatan lintas agama dan lintas suku bangsa. Dengan tanpa mengkotakkan agama tertentu, mata pelajaran religiusitas dirasa mampu menjawab tantangan zaman. "Model ini nantinya akan dicoba ke seluruh yayasan pendidikan nasrani di Indonesia," ucapnya. (SKA/N-5)
|