SBY-Jusuf Kalla dan Kebangsaan
Thursday, Oct. 7, 2004 Posted: 7:54:58PM PST
Tanggal 4 Oktober 2004, secara resmi diumumkan, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla akan menduduki kursi presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009. Mereka masing-masing sudah menjadi President elect dan Vice President elect.
Kita bisa berbicara banyak tentang harapan-harapan kita akan masa depan di bawah kepemimpinan mereka, presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan langsung yang pertama dalam sejarah Indonesia merdeka. Tetapi sebaliknya kita juga dapat mengungkapkan kekhwatiran kita tentang hal mendasar, yang sekaligus juga merupakan harapan agar yang kita khawatirkan itu tidak akan terjadi.
Baik dalam hal pertama maupun kedua, dasarnya sama, yaitu apa yang dapat kita mengerti dari janji-janji kedua pasangan capres-cawapres ataupun dari anggota-anggota "tim sukses" masing-masing secara langsung, ataupun melalui berbagai sumber. Proses ini ternyata tidak selalu mudah, karena apa yang mereka katakan juga tidak selalu jelas dan rinci.
Tulisan ini akan membahas dua masalah mendasar yang menjadi keprihatinan banyak warga negara dari tiga kelompok "minoritas", yaitu komunitas Tionghoa, komunitas Katolik, dan komunitas Kristen-Protestan. Tentu di antara warga komunitas Tionghoa, banyak yang menjadi anggota "minoritas ganda".
Menjelang pilihan capres-cawapres pada putaran kedua, terdengar di sana-sini bahwa banyak orang dari ketiga kelompok minoritas, yaitu Tionghoa, Kristen-Protestan, dan Kristen-Katolik, konon akan "menyeberang" dari dukungannya atas pasangan SBY-Kalla untuk mendukung pasangan Mega-Hasyim. Seingat saya, Partai Damai Sejahtera (PDS, yang sering dikatakan partainya orang-orang Kristen Protestan), yang sejak awal telah mendukung SBY pertama-tama secara terbuka dan resmi menyeberang untuk berkoalisi dengan pasangan Mega-Hasyim.
Yang lebih penting dan seharusnya disadari oleh orang-orang dari ketiga kelompok "minoritas" itu, bukan hanya mereka yang "menyeberang" dalam pilpres putaran kedua, tapi juga yang mungkin memilih golput adalah apa sebenarnya dasar atau latar belakang tindakan mereka itu? Tidak kalah pentingnya hal itu perlu disadari oleh presiden dan wakil presiden terpilih sendiri, terutama dalam menentukan rencana kebijakan kemudian yang menyangkut masalah-masalah itu.
Saya percaya, memang ada orang yang memilih golput atau berganti pilihan. Tetapi tentu saja saya tidak pernah akan tahu seberapa banyak orang sebenarnya yang "menyeberang" atau dengan alasan yang sama memilih menjadi bagian dari "golput". Tulisan ini dipersiapkan untuk mendorong mereka itu berpikir lagi demi pemahaman lebih baik tentang masalahnya, dan jika perlu berani menentukan sikap dan menyatakan pendiriannya, sekiranynya kebijakan pemberintahan yang baru memang ternyata merisaukan.
Takut Syariat Islam?
Satu masalah yang mengganjal dan mengganggu bagi para pemilih dari komunitas Kristen dan Katolik adalah ideologi pasangan SBY-Kalla yang tidak jelas, tetapi berkaitan dengan Syariat Islam. Isu itu selalu menjadi momok bagi kedua komunitas keagamaan itu dalam kehidupan politik di Indonesia, bahkan, kalaupun banyak di antaranya tidak memahami permasalahannya secara mendalam dan terinci.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|