Pekabaran Injil HKBP Di Pasir Pangarayan, Riau
Kepala Departemen Marturia HKBP Pdt. M.H. Sihite, STh bersama dengan Staff Departemen Marturia melakukan kunjungan ke daerah Sending HKBP pada tanggal 15-18 April 2005
Saturday, Apr. 23, 2005 Posted: 11:12:24AM PST
Kepala Departemen Marturia HKBP Pdt. M.H. Sihite, STh bersama dengan Staff Departemen Marturia melakukan kunjungan ke daerah Sending HKBP pada tanggal 15-18 April 2005 termasuk daerah Pasir Pangarayan Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau, yang dilaporkan Biro Informasi HKBP dalam situsnya.
Kepala Departemen Marturia HKBP bersama dengan staff Marturia dan koordinator PI HKBP di Pasir Pangarayan yakni Gr. Aston M. Hutapea. Pada kunjungan pertama di SKP-C DK-1 (Sabtu, 16 April 2004), Kepala Departemen Marturia memimpin kebaktian dan sekaligus melayankan Sakramen Babtisan Kudus.
Jemaat di Pos PI Pasar Pangarayan sebagian besar berasal dari suku Jawa yang latar-belakangnya adalah warga transmigran dari Jawa Tengah, namun ada juga beberapa keluarga berasal dari suku Nias dan Batak Toba. Menurut Pdt Hitler Hutapea, STh dari Biro Informasi HKBP, ada sesuatu yang menarik yakni meskipun mereka memiliki beragam latar belakang namun suasana persekutuan mereka sangat diwarnai oleh persatuan dan keakraban sebagai keluarga Kerajaan Allah.
Pdt . M.H. Sihite, STh menyatakan kekagumannya atas koor yang dibawakan oleh warga jemaat, karena walaupun mereka bukan berasal dari suku Batak namun mereka bisa menyanyikan koor tersebut dalam bahasa Batak.
Pdt . M.H. Sihite, STh juga menyatakan kekagumannya atas iman dan kerja keras warga jemaat dan majelis di Pos PI tersebut sekalipun banyak hambatan dan tantangan dari pihak lain yang berusaha menghempang berdirinya Gereja dan agama Kristen di daerah itu.
Menurut penuturan dari beberapa warga dan Majelis Jemaat di Pos Pelayanan PI tersebut, bahwa di masa lalu mereka banyak menghadapi rintangan dan tekanan, terutama dari penduduk dan juga pemerintah setempat, yang berkaitan dengan pendirian Gereja dan pengadaan kebaktian. Pada awalnya, sebelum mereka ditempatkan di daerah transmigrasi tersebut pihak pemerintah berjanji akan menyediakan fasilitas ibadah untuk mereka, namun pada kenyataannya mereka tidak mendapatkannya setelah mereka tiba di daerah transmigrasi. Sehingga mereka mengadakan kebaktian dari rumah ke rumah. Tidak jarang mereka (terutama para tokoh Kristen yang dianggap berperan) dipanggil oleh pihak pemerintah menanyakan integritas mereka. Namun berkat keteguhan dan bimbingan Roh Kudus mereka dapat beribadah di rumah transmigrasi yang didirikan oleh pemerintah yang pada akhirnya dijadikan sebagai tempat yang sah untuk beribadah (Gereja).
Dukungan dari pihak Departemen Pekabaran Injil HKBP yang menawarkan kerjasama, kata mereka, sangat menentukan eksisnya agama Kristen di daerah tersebut, setelah terjalin kerjasama maka mereka secara resmi berada di bawah binaan Departemen Pekabaran Injil HKBP.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi http://hkbp.or.id/
Sandra Pasaribu
|