Jemaat HKBP Getsemane Jati Mulya Mengalah
Untuk sementara, jemaah HKBP Getsemane Jati Mulya dapat melakukan ibadah di Departemen Sosial Bekasi, JL Joyo Martono, Bulak Kapal, Bekasi Timur
Friday, Nov. 4, 2005 Posted: 9:48:08AM PST
|
Sejumlah jemaat Gereja HKBP Getsemane dan Gekindo, wilayah Jatimulya, Bekasi Timur, 18 September lalu saat beribadah di depan Pos Keamanan RW setempat karena gereja mereka ditutup. Kebaktian dipimpin oleh Pdt Maruli Lumbantobing dan Pdt Pestaria Hutajulu. (Utun Kartakusumah/ Suara Pembaruan) |
Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)Getsemane di Jati Mulya, Bekasi, membuat kesepakatan untuk tak menjadikan rumah tempat tinggal sebagai tempat ibadah. Untuk sementara, jemaah HKBP Getsemane Jati Mulya dapat melakukan ibadah di Departemen Sosial Bekasi, JL Joyo Martono, Bulak Kapal, Bekasi Timur. "Untuk sementara, selama dua bulan," kata Pendeta Tobing, dari HKBP usai pertemuan kesepakatan, Tempo Interaktif memberitakan.
Kesepakatan di buat dengan di tandatangani oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Firman Gani, anggota DPR, Effendi Simbolon serta perwakilan tokoh muslim dan kristen.
Pertemuan untuk mencapai kesepakatan berlangsung 2 jam dari pukul 11.00 - 13.00 di Jababeka.
Di samping itu, kesepakatan memuat tak akan dilakukan pembongkaran terhadap rumah yang dijadikan tempat beribadah HKBP di jalan Melati Raya Ujung, Jati Mulya, kecamatan Tambun Selatan. Disamping itu, pemerintah Bekasi bersama tokoh agama akan mencari tempat beribadah pengganti bagi umat nasrani yang memenuhi persyaratan agar mendapat izin.
Kesepakatan digagas setelah selama kurang dari seminggu muncul permintaan sekelompok orang warga Jati Mulya kepada jemaah HKBP untuk menghentikan aksi menjadikan rumah sebagai tempat ibadah. Lantaran larangan warga ini, maka pada pukul 09.00, jemaah melakukan ibadah di jalanan selama 15 menit. Ibadah pun dilakukan dengan pengawalan brimob dan pengendali massa.
Warga menolak tudingan menghentikan proses ibadah. "Kami bukannya melarang ibadah, namun meminta agar tempat ibadah mendapat izin,"ujar Fauzi,, warga setempat. Warga mengecam agar rumah yang dijadikan tempat peribadatan itu dihentikan karena tak mendapat izin. Rumah yang dijadikan tempat ibadah berlangsung sejak tahun 1993. Pada 16 September 1993, berdasarkan surat Bupati Bekasi menolak pembangunan Gereja.
Penolakan serupa juga datang dari Camat Tambun Selatan waktu itu, Jalil Muchtar. Alasan penolakan, karena tidak diizinkan karena pembangunan tidak mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya. Selain itu di dekat rumah ibadah yang dipimpin pendeta Ana, tengah dibangun masjid dan madrasah Tharik bin Ziyad. "Kenapa tidak hidup berdampingan saja?" kata Sekretaris Jenderal Garda Kemerdekaan Hussein Hashem.
Sandra Pasaribu
|