Refleksi Teologis Pelayanan Tim GKI ke Aceh dan Sumut
Empati kepada korban bencana harus diwujudkan dengan keikutsertaan gereja dalam tindakan
Thursday, Mar. 10, 2005 Posted: 9:18:54PM PST
Saat mendengar berita bencana besar tsunami yang memakan banyak korban jiwa di Aceh dan Sumatra pada Desember lalu, banyak gereja-gereja yang mengeluarkan seruan kepada jemaatnya untuk menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap para korban lewat doa, empati dan sumbangan material kepada para korban lewat posko-posko yang didirikan di setiap sudut gereja.
Tetapi GKI, salah satu gereja yang tidak hanya menunjukkan rasa peduli lewat sumbangan material saja tapi juga mengajak umatnya untuk turut ambil bagian dalam penderitaan saudara-saudara di Aceh dan Sumatra Utara dengan memberikan uluran tangan langsung kepada para korban disana.
BPMS GKI telah menyerukan kepada Jemaat-jemaat GKI dari Batam sampai Bali untuk mendoakan, berempati dan mengambil bagian dalam penderitaan saudara-saudara kita korban Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara.
Tim GKI memiliki refleksi teologis yang mendasari bantuan kemanusiaannya untuk terjun langsung membantu para korban di Aceh dan Sumut. Ketua Tim GKI untuk Aceh, Pdt. Kuntadi Sumadikarya menjelaskan, GKI meyakini bahwa empati kepada korban bencana mesti diwujudkan dengan keikutsertaan gereja dalam tindakan, bukan hanya menyalurkan dana atau barang saja.
Gereja dipanggil untuk menyaksikan kasih Kristus di tengah dunia yang sedang menderita dan berdosa. Gerejalah yang mesti bertindak, bukan membayar pihak lain untuk melakukan pekerjaan gereja. Dalam tindakan itu, gereja mewujudkan kasih Kristus yang merupakan Misi Allah dan Misi Gereja.
Untuk itulah, tim gereja GKI memiliki dua pilihan jalan untuk membantu korban. Pertama, jalan lebar dimana umat tinggal memberikan bantuan dana lewat posko-posko tanpa susah payah pergi ke Aceh atau Sumut. Kedua, jalan sempit dimana umat terjun langsung ke daerah bencana dengan resiko kuman dan virus yang dapat menghadang pemberian pertolongan langsung para korban akibat mayat-mayat yang bergelimpangan dan sudah membusuk, transportasi yang sulit, gempa susulan yang masih mungkin terjadi, gangguan dari kelompok GAM dan berbagai resiko dan tantangan lainnya.
Tapi, tim GKI dengan niat dan tekad yang bulat, bertolak dari penghayatan teologis ini, memutuskan menempuh jalan sempit karena GKI meyakini bahwa Firman Tuhan mengajarkan agar orang percaya jangan menahan kebaikan yang dapat dilakukan bagi mereka yang membutuhkan. GKI membagi perhatian baik bagi Aceh mau pun Nias yang sama-sama menderita karena bencana Tsunami ini.
GKI menyadari bahwa untuk program tindakan ini, akan ada banyak kendala dan ketidak-puasan. Namun itu tidak menghalangi jemaat GKI yang lain untuk mewujud-nyatakan kasih Kristus dengan memilih cara yang strategis lewat bantuan dana.
Relawan Tim GKI yang terjun langsung ke Aceh melakukan bermacam-macam jenis pelayanan mengurus mayat, mendistribusikan bantuan ke lokasi tak terjangkau, dan jika mungkin juga membuatkan sumur-sumur pantek darimana air bersih dapat dipompa demi berbagai keperluan kehidupan di berbagai lokasi. Relawan Tim GKI Banda Aceh dan Nias dilengkapi dengan 20 dokter spesialis dan umum dari Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) Jakarta, relawan GKI dari Jakarta, Jabar, Jateng dan Jatim, teknisi, tenaga komunikasi.
Next Page: 1 | 2 |
Yunita Tjokrodinata
|