Tidak Dapat Dijerat Hukum
Tuesday, Oct. 19, 2004 Posted: 5:38:30PM PST
Front Pemuda Islam Karang Tengah MINGGU (3/10/2004) pagi sekitar 150 orang berkumpul di depan gerbang sekolah Katolik Sang Timur Karang Tengah Cileduk. Mereka menuduh sudah dilakukan pemurtadan dan menolak penggunaan sekolah sebagai tempat ibadah. Demonstrasi menjadi kasar. Gerbang dirusak, dibakar ban, seorang pria kedengaran berteriak "Kami harus memerangi orang kafir."
Jam 9.00, di hadapan camat dan Kapolsek, pastor menandatangani surat pernyataan akan menghentikan peribadatan di sekolah itu. Camat yang namanya Syarif menyambut penandatangan itu dengan berpidato kepada massa, di mana ia kedengaran mengatakan antara lain "Saudara-saudaraku, syukur alhamdulillah, perjuangan kami sudah tercapai."
Tidak puas dengan itu, para demonstran memaksa menyegel sekolah. Persis di pintu masuk mereka membangun tembok setinggi 160 cm persis sehingga orang tidak bisa masuk lagi. Selama seminggu sekolah, dengan lebih dari 2.000 murid, tutup. Sekarang sekolah sudah buka kembali, tetapi murid dan guru harus masuk dari belakang, dengan jalan kaki jauh. Tembok di depan pintu masuk, resmi tetap berdiri.
Sebagai latar belakang, ruang serba guna sekolah itu sejak 1992 - atas dasar surat rekomendasi Nomor 192/ Pem/VII/1992 Kepala Desa Karang Tengah - dipakai pada hari Sabtu/ Minggu dan hari raya besar oleh 8.975 anggota umat Paroki Bernadet Ciledug untuk misa kudus karena umat belum berhasil membangun gereja.
Nah, tiga bulan lalu, tanggal 29 Juli 2004, Kantor Departemen Agama Kota Tangerang mengirim surat yang meminta agar kegiatan keagamaan dihentikan di sekolah itu. Tanggal 30 Agustus, Lurah Karang Tengah mencabut surat rekomentasinya dulu. Sejak itu ibadat umat Katolik Ciledug mulai diganggu. Usaha umat untuk berdialog, minta agar boleh meneruskan ibadat sementara belum ditemukan tempat alternatif, dikandaskan tanggal 3 Oktober lalu itu.
Mengapa kejadian ini saya tuliskan untuk dimuat di sini? Saya sudah tidak tahan melihat kepicikan dan intoleransi di belakang kejadian-kejadian seperti itu.
Ciledug bukan kejadian satu-satunya. Dua bulan lalu Bupati Bandung per surat serentak menutup 12 tempat ibadat serupa di Bandung. Kekerasan terhadap gereja-gereja berjalan terus, de- ngan rata-rata satu kejadi- an per minggu. Sejak 1990 sudah lebih dari 500 gereja diserang. Apakah ini perkara kecil?
Alasan Kristenisasi bagi saya sangat tidak meyakinkan. Bahwa di sana sini ada orang masuk tidak perlu disangkal. Tetapi kalau melihat statistik Indonesia, maka selama 30 tahun ini, tidak ada pertambahan signifikan umat kristiani di negara ini. Jadi seberapa jauh signifikasi kasus-kasus itu?
Kebenaran adalah kebalikan. Di gereja Ciledug, dan di kebanyakan gereja di seantero Indonesia, sama sekali tidak dilakukan kristenisasi apa pun. Sama sekali tidak terjadi umat beragama lain di sekeliling gereja, atau sekolah, diajak masuk Kristiani. Saya curiga bahwa isu kristenisasi dipakai secara sengaja untuk membangun emosi.
Lalu terjadi kekerasan, pemaksaan, perusakan, kadang-kadang (ratusan kali) penghancuran. Orang bisa melakukannya dengan impunity (tidak terjerat hukum), karena serangan terhadap gereja di Jawa dan di beberapa pulau lain di Indonesia, dibiarkan saja. Di Ciledug malah Kantor Depag yang menjadi perintis pencekikan ibadat salah satu umat!
Next Page: 1 | 2 |
|