Seniman Katolik Gelar Protes Lewat "Blue Pop Art"
Friday, Sep. 10, 2004 Posted: 1:26:42PM PST
Serat-serat alam dan budaya populer menjadi alat pilihan bagi enam seniman Katolik yang tinggal di Indonesia. Baru-baru ini, mereka memamerkan keprihatinan mereka tentang lingkungan hidup dan tren-tren sosial yang "mengganggu."
Lima dari para seniman yang menciptakan Blue Pop Project adalah orang Indonesia dan satu orang Jepang. Mereka meluncurkan proyek itu dengan road show selama sepekan pada 15-21 Agustus di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Para seniman Indonesia itu berafiliasi dengan The House of Natural Fiber di Yogyakarta.
Blue Pop Project menggunakan unsur-unsur budaya populer untuk menciptakan seni yang bertujuan untuk menggelitik kehidupan masyarakat sehari-hari. Biru menyimbolkan langit biru yang, menurut para seniman itu, sangat sulit dilihat lagi karena polusi.
Para seniman itu menganggap Blue Pop Project sebagai sarana untuk memprotes tren-tren yang mengganggu dalam masyarakat. Di antaranya adalah meningkatnya perilaku tidak manusiawi, tidak adanya perhatian terhadap orang-orang cacat fisik, meningkatnya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari, dan meningkatnya penggunaan bahan-bahan sintetis untuk pakaian.
Vincentius Christiawan, penggagas dan kurator The House of Natural Fiber, mengatakan kepada UCA News 20 Agustus, protes itu didukung oleh para seniman dari berbagai bidang seperti fashion design, graphic design, interior design, seni musik, seni rupa, performance art, seni tulis, seni pahat, video and web design.
Di National Art Gallery di Kuala Lumpur, Malaysia, para seniman Blue Pop Project menggelar pameran bertema "I am not here, nor there." Lewat pameran ini, mereka mencoba memperingatkan bahwa manusia di seluruh dunia secara perlahan-lahan berubah menjadi seperti mesin dan kehilangan hakikatnya sebagai manusia, jelas Christiawan, yang dikenal sebagai Venzha.
"Kami lebih senang memilih tema-tema kecil yang kami angkat dari kehidupan riil sehari-hari. Misalnya, perilaku membuang sampah sembarangan, bahaya ekspansi plastik dalam rumah tangga, perilaku mengabaikan orang cacat fisik, dll," katanya.
Mereka menyampaikan pesan mereka lewat kombinasi antara audiovisual art, performance art, dan installation art. Istallation art mencakup hiasan dan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seni mereka mengkritik dan memprotes, kata Venzha.
Di Yogyakarta, Blue Pop Project mengkombinasikan seni rupa, seni suara, seni musik, dan performance art. "Kami mengkritik sopir dan kenek angkot yang tidak mau mengangkut orang cacat fisik. Kami tidak ingin berkonfrontasi dengan para sopir dan kernet, sebab mereka juga saudara kami. Cukup rasanya kalau kami mengingatkan bahwa sikap mereka salah. Namun supaya tidak menyinggung perasaan dan bisa menimbulkan cekcok, kami mengemas teguran itu dengan menggunakan media seni modern ini," kata Venzha, yang berbicara dengan UCA News di sela-sela pameran itu.
Para pencipta Blue Pop asal Indonesia adalah Amalia, Ambarkusuma, Irene "Ira" Agrivina, Istasius Praditya, dan Solder timah Surya R. Rekan mereka asal Jepang adalah Mizuho Ishii.
Next Page: 1 | 2 |
|