Imam Dan Vikep: Motivasi Serangan Ke Kapel Katolik Tidak Jelas
Saturday, Jun. 26, 2004 Posted: 8:16:17PM PST

MINGGIR, DIY -- Serangan ke sebuah kapel Katolik di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak berkaitan dengan ketegangan komunal, kata imam paroki dan seorang pejabat keuskupan.
"Saya tidak yakin, kejadian sekarang ini ada unsur SARA. Mungkin hanya rasa iri atau dendam pribadi," kata Kepala Paroki St. Petrus dan Paulus Pastor Modestus Supriyanto kepada UCA News, 11 Juni. Paroki itu terletak di Klepu, 25 kilometer barat laut Yogyakarta.
Pada 9 Juni dini hari, Kapel St. Yusuf yang terletak di Dusun Gatak, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, diserang dengan menggunakan bom molotov. Serangan ini mengakibatkan sebagian dari pintu utama kapel itu gosong, begitu pun dinding kapel bagian depan.
Pastor Supriyanto mengatakan, umat paroki baru saja selesai merenovasi kapel itu. "Kapel ini nampak lebih baik sekarang. Mungkin inilah yang menimbulkan rasa iri," katanya. Ia juga berspekulasi bahwa keberhasilan seorang pria Katolik menjadi kepala desa setempat mungkin juga menjadi salah satu faktornya.
Kapel berusia 10 tahun itu masuk wilayah Paroki St. Petrus dan Paulus. Vikariat Yogyakarta dari Keuskupan Agung Semarang melayani Yogyakarta dan sekitarnya.
Vikep Yogyakarta Pastor Ignatius Jayasewaya mengatakan kepada wartawan, masyarakat hendaknya tidak cepat-cepat menyimpulkan bahwa serangan itu berkaitan dengan SARA.
"Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa peristiwa ini mengandung unsur SARA. Bisa-bisa kita terjebak, dan hubungan antarumat beragama menjadi rusak," katanya. Ia meminta umat Katolik untuk menyingkirkan perasaan curiga dan menyerahkan masalah ini kepada polisi.
Laurentius Sukidi, seorang tokoh awam, mengatakan kepada UCA News, mustahil jika pelaku serangan terhadap kapel itu adalah masyarakat setempat karena kapel itu tidak pernah menimbulkan masalah.
"Hubungan kemasyarakatan umat Katolik di sini umumnya baik. Mereka aktif terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Kami biasa saling membantu membangun atau memperbaiki rumah ibadat. Kalau ada tetangga Muslim yang menyelenggarakan kenduri, orang-orang Katolik atau Kristen juga biasa diundang," katanya. "Kami berdoa dan bernyanyi tanpa menggunakan pengeras suara," lanjutnya.
Kapel seluas 200 meter persegi itu melayani 500 umat Katolik. Kapel itu dibangun oleh umat paroki di atas tanah sumbangan dari seorang umat Katolik setempat.
Anastasia Surajiyah, 62, pengurus kapel, mengatakan kepada UCA News, ketika ia pergi untuk membuka pintu dan membersihkan kapel, ia "sangat terkejut melihat pintu utama dan atap genting di atas pintu itu hitam terkena asap dan pecahan botol berserakan di depan pintu."
Berdasarkan pecahan botol dan sumbu minyak tanah yang ditemukan dekat pintu itu, polisi menyimpulkan bahwa bom Molotov dipakai dalam serangan itu. Seorang tetangga mendengar dua ledakan kecil dan melihat kilatan api pada dini hari itu. Namun ia mengira bahwa ledakan itu hanyalah suara letupan benda yang terbakar bersama sampah.
Tiga hari sebelumnya di Tangerang, barat Jakarta, sekelompok orang menyerang tempat ibadah umat Protestan di tiga ruko (rumah dan toko) di sebuah kawasan bisnis, dan di sebuah gereja. Pada 6 Juni di Bekasi, timur Jakarta, sebuah ruko juga diserang.
Next Page: 1 | 2 |
|