Massa Tutup Gereja di Solo
Monday, Sep. 12, 2005 Posted: 3:00:53PM PST
Sekitar 300 orang yang tergabung dalam Koalisi Umat Islam Surakarta(KUIS) pada Sabtu (3/9) menutup sebuah rumah di Desa Madegondo RT 4 RW IV,Grogol, Sukoharjo. Rumah milik Pendeta Syarif Hidayatullah ini diduga menjadi gereja terselubung. Untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, polisi menyetujui keinginan massa menyegel rumah, demikian seperti yang diberitakan Tempo.
KUIS, gabungan sejumlah organisasi Islam, seperti Majelis Mujahidin Indonesia Solo dan Laskar Hizbullah, mendatangi rumah Syarif sejak pukul 20.00 WIB. Dengan meneriakkan takbir, mereka menuntut agar rumah yang masih
dalam pembangunan itu disegel.
Aksi massa sempat membuat kampung itu terasa mencekam. Massa, yang sebagian menutupi mukanya dengan sorban, memenuhi jalan kecil di depan rumah Syarif. Mereka bahkan mengusir seregu polisi bersenjata laras panjang yang akan
melakukan penjagaan.
"Kami tidak butuh senjatamu. Pergi dari sini!" teriak seorang peserta penyegelan. Kepala Kepolisian Resor Sukoharjo Ajun Komisaris Besar Handono pun menemui massa dan akhirnya menyetujui penyegelan. Massa lalu menempelkan dua lembar kertas bertulisan "Gereja Ini Disegel dan Dihentikan Pembangunannya oleh Koalisi Umat Islam Surakarta" yang ditandatangani Awud, Koordinator KUIS, dan Kepala Polres.
Menurut Handono, berdasarkan penyelidikan polisi, rumah bertingkat tiga itu seharusnya menjadi rumah tinggal. "Tapi, kenyataannya, setiap Minggu digunakan untuk kegiatan keagamaan. Penutupan dilakukan karena alasan tidak sesuai dengan IMB (izin mendirikan bangunan)-nya dan alasan situasional," katanya kepada Tempo.
Seusai penyegelan, Kepala Polres mengundang perwakilan KUIS dan Pendeta Syarif Hidayatullah untuk berunding di Markas Polsek Grogol. Disaksikan antara lain Camat Grogol, Syarif setuju menghentikan pembangunan Gereja
Tiberias di Madegondo dan aktivitas keagamaan di sana.
Dalam pertemuan itu, Camat Grogol Rusmanto membenarkan bahwa Syarif sedang mengurus perizinan pembangunan gereja di lokasi yang kini disegel itu. Rencananya, gereja akan ditempatkan di lantai tiga. Tapi rekomendasi Departemen Agama setempat menyatakan tempat itu tidak layak untuk bangunan gereja.
Khalid Syaifullah, juru bicara KUIS, mengakui bahwa bangunan itu memang belum digunakan untuk aktivitas keagamaan seperti kebaktian. Tapi, menurut dia, pembangunannya memunculkan keresahan.
Berbeda dengan Khalid, beberapa warga yang ditemui Tempo justru merasa tak terganggu dengan kegiatan di rumah itu. "Setahu saya, tidak ada kegiatan kebaktian atau kegiatan rumah ibadah di rumah itu," ujar Mukiyo, warga yang tinggal di depan rumah Syarif. "Saya tidak kenal dengan orang-orang yang berdemo itu," kata tetangga Syarif lainnya.
Eva N.
|