Lokakarya Mitigasi Pasca Bencana Tsunami PGI
Adanya panggilan gereja untuk pasca bencana tsunami Aceh-Sumut
Saturday, Apr. 2, 2005 Posted: 9:49:19AM PST
Yakoma-PGI bersama “Gugus Tugas Gereja-gereja di Sumut untuk Damai di Aceh,” menyelenggarakan dua kegiatan lokakarya dalam Februari 2005 untuk mempersiapkan gereja-gereja di Aceh dan Sumut . Kegiatan pertama yaitu Lokakarya Capacity Building Bagi Pimpinan Gereja-gereja Di Sumut, diadakan pada tanggal 15-18 Februari 2005. Kemudian diadakan Lokakarya Mitigasi Gempa-bumi dan Tsunami Aceh-Sumut Bagi Pekerja Gereja. Lokakarya itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pimpinan gereja dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan.
Penyelenggaraan kedua lokakarya tersebut didukung oleh ACT (Action by Churches Together) melalui YTB (Yayasan Tanggul Bencana) PGI. Penanggung jawab lokakarya adalah Indera Nababan (Yakoma PGI) dan Pendeta Thomas Supardji (Gugus Tugas Gereja-gereja di Sumut), yang dilaporkan oleh Yakoma PGI dalam situsnya.
Lokakarya Capacity Building diikuti 25 peserta terdiri dari pimpinan Gereja BNKP, AMIN, AFY. HKBP, GMI, GKPA, GKPPD, GKI Sumut, GBKP, serta relawan dari PPND HKBP Distrik X, UEM (United Evangelical Mission), MPH PGI-Daerah Nias, Badan Penanggulangan Bencana (BPB) PGI-DN dan MPH PGI-Wilayah Aceh.
Materi yang perbincangkan antara lain: Pemahaman capacity building oleh Dr. SAE Nababan, Analisis sosial oleh Arthur J. Horoni; Planning Monitoring and evaluation (PME) oleh Woekirsari Sardjono, MA; Mengelola dana bantuan menurut ACT oleh Pdt. Joice Manarisip, Direktur YTB PGI. Metode lokakarya partisipatif dengan memaksimalkan peranan fasilitator untuk menggali pengalaman, keterampilan dan pengetahuan partisipan. Materi pelatihan pengalaman dikemas melalui komponen pengembangan sikap (attitude), pengembangan keterampilan (skill), dan pengembangan pengetahuan (knowledge).
Dr SAE Nababan menekankan, sebagai lembaga, gereja perlu mengembangkan kemampuan (capacity building), berdasarkan kepada integritas, kejujuran sehingga memiliki kredibilitas. Untuk itu gereja perlu meningkatkan sikap transparansi dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan dan tanggungjawab tidak hanya perlu dalam pengembangan tugas organisasi gereja untuk kepentingan intern, tetapi juga dalam kemitraan oikoumenis. Di tengah masyarakat yang makin mengandalkan Iptek, penanganan sesuatu masalah harus berdasarkan kompetisi, keterampilan dan keahlian.
Membahas PME, Woekirsari mengemukakan metode Splash and Ripple, perencanaan dan pengelolaan untuk mencapai hasil, Result Base Management (RBM). RBM ini dirancang untuk membantu orang yang mencoba memperbaiki kondisi sosial sebuah komunitas. RBM membantu pada semua tingkat daur proyek mulai dari identifikasi proyek dan formulasi proyek melalui monitoring sampai evaluasi dan perencanaan untuk daur berikutnya.
Mengelola dana bantuan ACT disampaikan oleh Pdt. Joice Manarisip. Ia mengemukakan berbagai syarat yang diperlukan serta bantuan apa yang dapat diberi. Diinformasikan juga lembaga-lembaga yang sudah didukung ACT melalui YTB dalam hubungan dengan bencana di Nias dan Aceh.
Pada akhir lokakarya, partisipan menyusun rencana tindak lanjut berupa kegiatan yang dapat mereka lakukan. Utusan Nias merencanakan Training of Trainers untuk pemberdayaan ekonomi, melanjutkan emergency relief, Medan dan sekitarnya Seminar Penyadaran Warga Gereja akan Dampak Bencana.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|