Hidup Bermasyarakat sebagai Perwujudan Iman
Friday, Mar. 25, 2005 Posted: 11:06:33AM PST
Menyambut tahun pemuda 2005 yang dicanangkan oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia, tak tanggung-tanggung Lonceng berusaha memperoleh pendapat dari orang pertama KWI yang secara khusus bertanggungjawab atas orang muda, siapa lagi kalau bukan Ketua Komisi Kepemudaan (Komkep) KWI, Mgr.
Dalam wawancara yang diadakan setelah Misa Penutupan Sidang Tahunan KWI 2005 ia berpesan, "Orang muda sebagai orang beriman, bertekunlah dlm iman. Itu akan muncul, akan nampak kalau kita mewujudkannya di dalam kehidupan bermasyarakat". Ia mengharapkan agar kita berani di satu sisi melihat diri sebagai orang beriman dan membanggakan identitas diri, tapi mewujudkannya dalam perilaku dengan tindakan dengan sikap yang bermasyarakat.Jadi hidup bermasyarakat sbg perwujudan iman.
Mgr Yustinus Harjosusanto, M.S.F. yang juga Uskup Tanjung Selor ini melihat perwujudan iman orang muda sekarang ini sudah ada yang terlibat dalam masyarakat bahkan di bidang politik tetapi jumlahnya sangat kecil. Juga ada yang begitu menggebu tapi hanya sekitar altar, sekitar liturgi, sekitar romonya sendiri tapi perwujudannya dalam masyarakat kurang. Ada juga yang acuh tak acuh, beriman juga kendor, kehidupan dalam masyarakat juga kendor.
Dalam tahun pemuda 2005 ini sudah disusun sebuah rencana. Dimulai pada 1 Januari 2005 akan dipromosikan bahwa tahun 2005 sebagai tahun pemuda, lalu akan diberikan panduan-panduan untuk berefleksi. Panduan untuk berefleksi tersebut diharapkan digarap mulai dari akar rumput, lingkungan, wilayah, kemudian dikumpulkan di paroki. Dari paroki-paroki kemudian dikumpulkan di keuskupan, di keuskupan kemudian dikirim ke komisi kepemudaan pusat. Itu akan digarap untuk menjadi Pertemuan Nasional (Pernas) Pemuda yang direncanakan pada pertengahan atau akhir November 2005. Di situ sudah ditegaskan bahwa pesertanya kalau bisa orang-orang yang betul terlibat dalam karya kepemudaan.
Dari situ, karena akan ada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun depan, maka ini juga dikombinasikan atau diteruskan, karena SAGKI sendiri menyadari bahwa ini sebenarnya target grupnya lebih-lebih kaum muda. Panitia SAGKI menargetkan kalau bisa 100% tapi sekurang-kurangnya 65% terdiri dari orang muda. Selanjutnya nanti peserta-peserta Pernas ini sebagian besar akan menjadi peserta SAGKI. Peristiwa yg berurutan bukan hanya berurutan satu setelah yang lain, tapi berurutan betul menjadi sebuah proses. Pernas menjadi suatu bekal untuk pembicaraan dalam SAGKI.
Mgr menegaskan pentingnya tahun 2005 sebagai tahun pemuda dilatarbelakangi salah satu keprihatinan bahwa sekarang ini untuk menyongsong ke depan, yang harus disiapkan justru kaum muda. Karena itu, sebaiknya tahun pemuda menjadi gerakan seluruh Gereja. Tahun pemuda hendaknya disadari oleh semuanya, Gereja seluruhnya, bukan hanya tahunnya kaum muda yang harus dikerjakan oleh kaum muda tapi semua komponen Gereja mesti memfokuskan ke sana.
Eva N.
|