Kelompok-kelompok Katolik Desak Transparansi WTO Dalam Negosiasi Agrikultural
Sistem negosiasi saat ini merusak pekerjaan, keamanan makanan dan keberlangsungan hidup dari jutaan orang di dunia berkembang
Thursday, Jun. 2, 2005 Posted: 10:41:26PM PST
Dua organisasi pengembangan Katolik Roma telah merespon pengangkatan dari Pascal Lamy, mantan komisioner perdagangan Uni Eropa, sebagai direktur jenderal dari World Trade Organization (WTO) mendatang, dengan mendesak adanya transparansi dalam negosiasi-nesosiasi agrikultural.
Pesan itu dikirim dari Jenewa oleh CIDSE, sebuah aliansi dari 15 organisasi pengembangan di Eropa dan Amerika Utara dan Caritas Internationalis, sebuah konfederasi 162 agensi pemulihan Katolik yang tersebar di lebih dari 200 negara dan teritori.
”Hidup dari jutaan orang yang berada dalam kemiskinan bergantung dari sebuah acara pendengaran ke seluruh anggota dalam proses negosiasi WTO yang digambarkan oleh Lamy sebagai ‘penengah’,” kata dua agensi itu.
Mereka mencatat, saat Lamy, 58 tahun, seorang sosialis Perancis, mengambil posisinya pada bulan September, dia perlu membuat pekerjaan prosedur negosiasi dalam sikap yang lebih transparan dan berpartisipasi jika perbincangan perdagangan saat ini ingin menyampaikan sebuah komitmen pengembangan.
“Kami khususnya terganggu bahwa konsultasi-konsultasi untuk memulai kembali negosiasi-negosiasi agrikultural hanya diadakan oleh lima negara – Amerika Serikat, Komisi Eropa, Australia, Brasil and India – walaupun fakta bahwa agrikultural merupakan sebuah kepedulian yang vital di negara-negara berkembang,” kata Michael O'Brien, petugas pembelaan perdagangan dari CIDSE Irlandia dan anggota organisasi Trócaire yang merupakan anggota Caritas.
Mereka mengatakan bahwa begitu pentingnya agrikultural untuk negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, untuk para keluarga petani dan pekerja-pekerja agrikultural di seluruh dunia, sistem negosiasi saat ini merusak pekerjaan, keamanan makanan dan keberlangsungan hidup dari jutaan orang di dunia berkembang.
Mereka mencatat bahwa banyak negara-negara berkembang menginginkan ukuran khusus untuk melindungi perkembangan pedesaan dan untuk menguatkan pasar lokal mereka, tidak hanya meningkatkan akses terhadap pasar yang difokuskan oleh negara-negara berkembang.
"Hanya sebuah proses inklusif akan menjamin bahwa kepedulian dari semua anggota cukup dipertimbangkan,” kata kelompok-kelompok Katolik itu.
Sandra Pasaribu
|