Sekjen LWF Desak Langkah Maju Penghapusan Utang
Rev. Dr Ishmael Noko, menyerukan kepada Menteri Keuangan Inggris, Gordon Brown, untuk mengambil langkah lebih jauh memperpanjang program pemulihan kemiskinan untuk negara-negara miskin yang diumumkan pada bulan lalu
Wednesday, Jul. 6, 2005 Posted: 12:36:35PM PST
![](../images/1pixelcfdod5.gif)
Sekretaris Jenderal Lutheran World Federation (LWF) Rev. Dr Ishmael Noko, menyerukan kepada Menteri Keuangan Inggris, Gordon Brown, untuk mengambil langkah lebih jauh memperpanjang program pemulihan kemiskinan untuk negara-negara miskin yang diumumkan pada bulan lalu. Perjanjian itu telah tercapai dan diikuti Pertemuan Kelompok Delapan (G8) yang dimulai hari ini, 6 Juli, di Gleneagles, Skotlandia, dimana Inggris menjadi pemimpinnya. Dalam sebuah surat kepada konselor keuangan Inggris itu, Noko menyatakan inisiatif pembatalan utang yang baru merupakan "sebuah terobosan yang signifikan," namun "belum menjadi sebuah solusi."
Ia menyemangati Brown untuk tetap berkomitmen pada proses pembatalan utang. "Jika momentum yang telah tercipta dapat dibangun diatasnya dan dimensi persoalan yang mengacu lebih luas, suatu resolusi untuk krisis utang yang lebih sempurna dan dapat dipertahankan dapat berada dalam jangkauan," kata Noko.
Pada bulan Juni lalu, para menteri keuangan dari negara-negara terkaya di dunia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat, sepakat 100 persen membatalkan hutang senilai 40 milyar USD yang dimiliki institusi-institusi keuangan internasional atas negara-negara termiskin di dunia. Negara-negara yang secara langsung diuntungkan dari penghapusan utang tersebut adalah Benin, Bolivia, Burkina Faso, Etiopia, Ghana, Guyana, Honduras, Madagaskar, Mali, Mauritania, Mozambik, Nikaragua, Niger, Rwanda, Senegal, Tanzania, Uganda dan Zambia. Semua negara itu telah menyelesaikan program Heavily Indebted Poor Countries program (HIPC), yang didasarkan pada kriteria yang dikeluarkan oleh Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF). Program yang dikeluarkan pada tahun 1996 sebagai suatu pendekatan pertama untuk mengurangi hutang luar negeri dari negara-negara termiskin di dunia.
Noko menunjuk bahwa ada banyak negara yang tidak dimasukkan dalam HIPC, juga membutuhkan penghapusan utang multilateral mereka untuk setidaknya mempunyai kesempatan untuk meraih Millennium Development Goals. "Semua negara-negara yang memerlukan penghapusan utang harus menerimanya," ia menyatakan.
Ia mengekspresikan keprihatinannya pada negara-negara di Amerika Latin yang miskin, yang banyak dari mereka "lebih banyak berhutang ke Inter-American Development Bank (IADB) daripada institusi intersional lain. Akan tetapi utang IADB dari negara-negara yang bersangkutan tidak dimasukkan dalam perjanjian itu."
Lebih jauh lagi, ia meminta "penghapusan utang harus tidak dikaitkan dengan adopsi kebijakan ekonomi liberal." Penghapusan pinjaman dan utang dari institusi-institusi keuangan internasional seringkali diberikan dengan syarat yang mengharuskan adanya pengadopsian kebijakan ekonomi neoliberal termasuk pemotongan pembiayaan-pembiayaan publik, privatisasi jasa dan badan publik. Negara-negara yang bersangkutan menjadi lebih rapuh terhadap perubahan ekonomi domestik dan internasional, kata Noko. Ia menyesalkan fakta bahwa "perjanjian penghapusan utang yang baru didasarkan pada proses HIPC, terus mensyaratkan pengadopsian kebijakan seperti itu untuk penghapusan utang."
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|