Mendidik Calon Pemimpin Rohani
Oleh: RP Borrong
Monday, Jun. 13, 2005 Posted: 7:04:42PM PST
Pemimpin rohani adalah mereka yang memimpin di dalam bidang kerohanian, seperti imam dan pendeta. Disebut pemimpin rohani karena memang tugas pokoknya adalah membangun kehidupan rohani umat dan mengarahkan mereka mendapat kehidupan rohani di dunia dan di akhirat.
Pemimpin rohani dalam arti yang sesungguhnya sangat dibutuhkan pada masa kini, ketika kekuasaan dan materi dipandang sebagai tujuan utama dari kehidupan manusia. Dengan demikian banyak orang mengandalkan jabatan, materi dan ketrampilan sebagai tujuan hidup tanpa peduli pada aspek lain.
Ada juga kecenderungan dalam agama, umpamanya dalam lingkungan gereja, memandang kepemimpinan rohani sebagai suatu privilese yang mengandung makna jabatan sekaligus yang menjamin kemakmuran material. Selain itu, sangat sering terdengar orang berbicara tentang profesionalisme pemimpin di dalam gereja.
Seringkali kita mendengar bahwa seorang pendeta haruslah seorang profesional yang tidak hanya menguasai prinsip-prinsip penggemabalaan tetapi juga prinsip-prinsip manajemen.
Ketika saya baru saja dipilih menjadi Ketua Sekolah Tinggi Teologi Jakarta tahun 1999, seorang teman berpesan agar di STT Jakarta diajarkan manajemen. Saya sama sekali tidak menyangkal pentingnya ilmu itu sebab seorang pendeta memang haruslah bertindak sebagai seorang manager, seorang pemimpin yang dituntut piawai dalam mengelola kehidupan jemaat.
Timbul pertanyaan pada diri saya selama kurang lebih enam tahun memimpin sebuah perguruan tinggi teologi: Apa yang seharusnya menjadi ciri utama kepemimpinan pendeta? Apa andalan seorang pendeta sebagai seorang pemimpin? Jawaban saya adalah kompetensi moral dan rohani. Ya, keteladanannya. Maka, kami membangun kurikulum dengan basis kompetensi akademik, moral dan rohani. Tetapi tentu saja yang utama adalah kompetensi rohani.
Memang, banyak pendeta disukai karena kemampuan managerial, jabatan dan keterampilan berkhotbah. Itu sebabnya ada pendeta menjadi sangat terkenal sebab khotbah-khotbahnya memukau. Ribuan orang menjadi pengikutnya karena ia mampu memesona banyak orang dengan khotbahnya yang memukau. Pendeta seperti ini diikuti dan dihormati karena khotbahnya yang hebat itu. Dalam lingkungan Protestan, khotbah yang baik memang menjadi suatu tuntutan sebab penekanan dalam ibadah adalah pemberitaan Firman Tuhan.
Ada pendeta yang disukai dan diikuti karena kemampuan ekonominya sehingga tidak membebani jemaat. Saya ingat seorang Ketua Sinode sudah memimpin gereja selama hampir 40 tahun karena memang ia kaya menurut ukuran gerejanya. Ia tidak pernah meminta sesuatu dari jemaat. Sebaliknya, tidak jarang ia menyumbangkan hartanya untuk kepentingan gereja. Tak heran bahwa tidak pernah ada pendeta lain yang mampu menjadi saingannya.
Kompetensi
Pemimpin gereja tentu tidak cukup hanya mengandalkan khotbah, jabatan, ketrampilan manajerial, dan materi. Diperlukan seorang pemimpin yang punya nilai tambah dari semua sumber kekuasaan yang seharusnya dimiliki sebagai pemimpin supaya ia kompeten. Nilai tambah itu ialah kepemimpinan sebagai pelayan Tuhan (hamba Tuhan). Secara populer kita menyebutnya sebagai kewibawaan rohani karena ia adalah pemimpin rohani.
Next Page: 1 | 2 | 3 | 4 |
|