Memaknai Relasi Gereja dengan Sekolah
Oleh: Weinata Sairin
Friday, Oct. 21, 2005 Posted: 8:18:48AM PST
Memaknai Relasi Gereja dengan Sekolah
Oleh: Weinata Sairin
Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Sebagai sesuatu yang khas dan spesifik bagi manusia, pendidikan berperan amat signifikan dalam membekali manusia untuk menyongsong masa depan yang akan dijalani yang diwarnai dengan berbagai tantangan dan perubahan.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tanggal 11 Juni 2003, merumuskan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan prestasi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara."
Suatu program pendidikan yang tidak mampu membawa perubahan, baik dalam informasi, pengetahuan, keterampilan, maupun dalam sikap mental akan kehilangan maknanya yang hakiki dalam konteks upaya pencerdasan manusia.
Lembaga-lembaga keagamaan memiliki peran yang amat penting dalam pelayanan di bidang pendidikan. Kelahiran sekolah-sekolah Katolik akhir abad ke-19, sekolah-sekolah Muhammadiyah (tahun 1912), sekolah-sekolah Kristen (1920) dan lembaga pendidikan Maarif tahun 1929 adalah bukti nyata kepedulian lembaga keagamaan terhadap bidang pendidikan.
Sekolah-sekolah tersebut yang dibangun dengan menampilkan ciri khas dan identitas masing-masing, diakui banyak orang telah memberi kontribusi yang tidak kecil bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Dalam sambutan pada acara Pembukaan Munas VII Musyawarah Perguruan Swasta tanggal 15 Juli 1996, Prof Dr Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya sekolah-sekolah swasta telah membuktikan kelebihannya dalam hal kemandirian pengelolaan sekolah dan kebebasan mengembangkan ciri khasnya.
Dengan kemandirian itu, pimpinan dan pengelola sekolah-sekolah swasta dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam meningkatkan penampilan sekolah. Sehubungan dengan ciri khas, Wardiman menyatakan, "Selama ini ciri khas meliputi ciri khas yang berkaitan dengan agama, kebudayaan, kebangsaan dan lain-lain. Pada era selanjutnya dituntut untuk lebih memperluas cici-ciri khas ini selaras dengan tuntutan zaman. Sebagai ilustrasi misalnya, sekolah-sekolah swasta yang mempunyai ciri khas keagamaan hendaknya dapat berfungsi maksimal dalam mengembangkan nilai-nilai agama yang menunjang era industrialisasi."
Senada dengan itu, Indrajati Sidi dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas pada pembukaan penataran pembina sekolah swasta tanggal 27 Juli 1998 di Jakarta menyatakan, pengembangan sekolah swasta di era keterbukaan dan globalisasi dihadapkan pada tuntutan mutu dan layanan yang sangat terkait dengan visi dan misi yang harus dikembangkan.
Visi pendidikan pada perguruan swasta antara lain mencakup: (1) menumbuhkan komitmen serta mampu memotivasi perguruan swasta untuk mengembangkan dirinya; (2) membuat kehidupan perguruan swasta lebih bermakna dan terarah; (3) menimbulkan standarisasi operasional pendidian perguruan swasta yang prima dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat; (4) meningkatkan mutu perguruan swasta untuk tetap mampu berdaya saing; (5) mampu menjembatani masa kini dan masa depan.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|