Mei, Bulan "Oikoumene"
Andreas A Yewangoe
Thursday, May. 12, 2005 Posted: 6:47:42PM PST
Bulan Mei, setidak-tidaknya bagi gereja-gereja yang tergabung di dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, adalah bulan penting yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Inilah bulan ketika gereja-ge-reja menghayati secara mendalam makna gerakan oikoumene.
Dalam bulan inilah, 50 tahun lalu, tepatnya 25 Mei 1950, gereja-gereja mendirikan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI). Kenyataan sejarah ini patut dicatat, sebab gereja-gereja yang sangat beraneka-ragam latar belakang teologi, etnis, dan suku itu, "berhasil" melupakan sejenak perbedaan-perbedaan mereka dan bercita-cita mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa (GKYE) di Indonesia. Tentu saja cita-cita itu tidak dengan serta-merta terwujud. Pergumulan mewujudkan GKYE tetap menjadi pergumulan sampai sekarang. Tetapi, paling tidak gereja-gereja telah berada pada track yang benar.
Dalam perjalanan sejarah bersama ini, banyak hal telah dicapai kendati tidak kurang juga kesulitan-kesulitan. Pergumulan tentang keesaan macam manakah yang hendak diwujudkan, apakah itu keesaan struktural-organisatoris, ataukah keesaan fungsional-organisme tetap mewarnai perjalanan bersama itu.
Pendulum terus bergerak. Sidang Raya X DGI/PGI di Ambon pada 1984 merupakan tonggak sejarah penting, ketika "Dewan" menjadi "Persekutuan". Perubahan itu dimaknai sebagai keberhasilan gereja-gereja menyatakan keesaannya lebih maju lagi. Mudah-mudahan, demikian dikatakan kita tidak jauh lagi dari perwujudan GKYE.
Pada saat ini, jumlah anggota PGI telah mencapai 81 gereja. Kita bergembira atas hal itu, kendati tidak dengan sendirinya berarti kita makin dekat ke cita-cita keesaan itu.
Pertambahan jumlah anggota di dalam PGI tidak serta-merta mencerminkan pertambahan jumlah anggota jemaat.
Sudah menjadi rahasia umum, banyak gereja yang sekarang menjadi anggota PGI, sebelumnya adalah bagian dari sebuah "gereja induk". Tetapi, karena iklim sudah makin kondusif, yaitu terjalinnya hubungan yang baik antara gereja "pecahan" dan bekas gereja induk itu, gereja yang bersangkutan diterima sebagai anggota PGI.
Yang kita harapkan sesungguhnya, adalah agar kegairahan gerakan keesaan itu sungguh-sungguh terasa getaran dan resonansinya mulai dari jemaat-jemaat, bahkan dari setiap rumah tangga.
Pertanyaan mendasar ketika kita berada dalam gerakan oikoumene, adalah apa maknanya? Bukan tidak mungkin berbagai kesalahpahaman muncul, baik di dalam lingkungan gereja-gereja sendiri, maupun di luarnya.
Apakah gerakan ini merupakan suatu mobilisasi kekuatan umat Kristen Indonesia menghadapi pihak lain? Atau, suatu upaya untuk memperlihatkan umat Kristen Indonesia tidak "kalah" besarnya dengan umat-umat lain?
Pertanyaan-pertanyaan yang tidak terhindarkan itu mesti dijawab oleh umat Kristen Indonesia, dengan memperlihatkan kesatuan mereka sungguh-sungguh bertujuan untuk makin memantapkan pelayanan bagi masyarakat, yang di dalamnya mereka berada. Gereja-gereja mesti menjadi berkat bagi lingkungannya.
Itulah yang dimaksud oleh Sidang Raya ke-14 PGI beberapa waktu lalu, yang menegaskan bahwa gereja adalah "Gereja bagi Orang Lain". Itu dijabarkan dari pengakuan, sesungguhnya Yesus Kristus adalah "Manusia bagi Orang Lain".
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|