Gereja dan Gerakan Pemberantasan Korupsi
Oleh Pdt. Weinata Sairin
Tuesday, Apr. 5, 2005 Posted: 2:37:08PM PST
Upaya pemerintah dan bangsa dalam melawan serta memerangi korupsi telah menapaki sebuah perjalanan sejarah yang amat panjang. Hasil yang signifikan dari upaya itu belum begitu tampak. Dr TB Silalahi dalam sebuah seminar menyatakan dengan amat prihatin, korupsi tidak lagi hanya terpusat dan terjadi di tingkat pusat, tetapi seiring dengan otonomi daerah, korupsi juga telah merambah dan merata ke daerah-daerah.
Pada waktu menjabat Menpan, TB Silalahi juga yang menyatakan, korupsi hanya bisa dihapus di surga (Republika, 9 Juli 1997). Pernyataan-pernyataan ini memang cukup memberi gambaran bahwa masalah korupsi bukanlah masalah yang sederhana.
Korupsi berkaitan dengan moral, sistem, ekonomi, politik, hukum; sebab itu korupsi tak bisa dilawan hanya dari satu sudut saja. Korupsi mesti dihadapi secara bersama dengan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki bangsa kita. Korupsi harus dilawan melalui penyadaran tentang hakikat manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, dengan menolak ambivalensi keberagamaan, dengan penegakan hukum, dengan memperlakukan seseorang (calon) koruptor sebagai manusia tanpa atribut-atribut apapun.
Bahaya Kesenjangan
Korupsi bagai kanker ganas yang telah menyerang berbagai bagian tubuh negeri ini, dan telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang religius, kehilangan percaya diri karena menduduki urutan yang tinggi dalam prestasi korupsi.
Bangsa kita telah melaksanakan pembangunan nasional selama tiga dasawarsa yang menekankan cita-cita agar sebuah masyarakat modern yang adil, makmur dan lestari berdasarkan Pancasila terwujud. Cita-cita itu belum terwujud, karena pembangunan nasional telah diselewengkan menjadi upaya mempertahankan dan melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN
Bahaya-bahaya itu sesungguhnya telah diprediksi dalam beberapa dokumen gereja di waktu yang lalu, yaitu adanya jurang yang lebar antara yang kaya dan yang miskin, adanya ketidakadilan kurangnya partisipasi rakyat. Juga kesenjangan wewenang antara pusat dan wilayah, sentra industri dengan wilayah pedesaan, serta langkanya kesempatan kerja.
Bangsa Indonesia melakukan koreksi dengan mencanangkan reformasi, yang di dalamnya di mana sebuah masyarakat berkeadaban (civil society) berdasarkan Pancasila diwujudkan, yang di dalamnya pemberantasan KKN menjadi salah satu agenda.
Dalam kurun waktu 2004-2009, masalah penegakan hukum yang berkeadilan, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, di samping persoalan akut kemiskinan, tetap merupakan masalah utama dalam upaya bangsa menuju masyarakat berkeadaban.
Sub-tema Sidang Raya XIV PGI berbunyi, Bersama-sama Dengan Seluruh Elemen Bangsa Mewujudkan Masyarakat Sipil Yang Kuat Dan Demokratis Untuk Menegakkan Kebenaran, Hukum Yang Berkeadilan, Serta Memelihara Perdamaian, menegaskan, PGI dengan gereja-gereja lain akan memberikan perhatian terhadap masalah-masalah tersebut dalam rentang waktu 2004-2009. Bersama-sama berarti tugas itu tidak dapat dilaksanakan oleh gereja sendiri.
Next Page: 1 | 2 | 3 | 4 |
|