Peran Parachurch Dalam Gereja Lokal
Oleh: Robert P. Borrong
Tuesday, Mar. 8, 2005 Posted: 7:36:03PM PST
Kehadiran lembaga-lembaga pelayanan yang berdampingan dengan gereja atau yang biasa disebut parachurch, belakangan ini semakin marak. Kita patut bersyukur untuk hal ini, karena dengan demimkian semakin banyak pekerja yang ‘menggarap’ ladang pelayanan yang luas ini. Perkantas adalah salah satu dari parachurch yang di pakai Tuhan untuk membangun jamaat-Nya di Indonesia. Apa dan bagaimana sesungguhnya parachurch ini, dan apa perannya bagi pembangunan jemaat gereja lokal, dipaparkan dalam uraian singkat berikut ini, yang saya persembahkan khusus untuk Perkantas dalam memperingati usianya yang ke-30.
Sejarah Parachurch
Mengapa disebut parachurch? Saya sendiri tidak mengetahui asal muasal penggunaan istilah tersebut. Tapi saya menduga istilah parachurch digunakan karena keberadaan lembaga pelayanan ini sebagai lembaga bukan gereja, untuk membedakan eksistensinya dengan gereja.
Tapi kalau melihat sejarah, munculnya parachurch bukan hal yang baru. Pada permulaan abad ke-7, ketika kekristenan mulai tumbuh di Jepang (saya mengambil contoh Jepang karena keberadaan parachurch di Negara ini yang paling baik menurut saya), ada dua sistem kekristenan atau kelompok orang Kristen di Negara ini.
Yang pertama, orang-orang Kristen dengan keanggotaan gereja secara formal, dan yang kedua, orang-orang Kristen yang tanpa gereja atau tidak menjadi anggota gereja secara formal. Jumlah kelompok yang kedua cukup banyak. Mereka ini adalah kelompok yang sangat aktif di lingkungan umat Kristen. Mereka memberi banyak masukan kepada gereja-gereja. Mereka bergereja di mana saja tanpa terikat pada keanggotaan di gereja tertentu. Adalah seorang perdana menteri Jepang adalah orang Kristen yuang termasuk dalam kelompok kedua ini.
Namun barangkali, munculnya pelayan parachurch yang cukup menonjol terjadi di era tahun 1960-an ketika kemajuan industri di AS mencapai puncaknya. Di tengah kemakmuran ekonomi pada masa itu, terjadi kelesuan pada masyarakat. Orang mengalami keresahan dan merasa tidak berarti (meaningless). Situasi seperti inilah yang menandai kehidupan masyarakat dunia pada waktu itu, khususnya Amerika Serikat.
Namun gereja tidak cukup tanggap terhadap situasi tersebut. Pelayanan yang dilakukan monoton dan biasa saja. Akibatnya muncullah berbagai gerakan atau kelompok yang dikenal sebagai kelompok pentakosta baru yang keberadaannya belum formal. Gerakan ini muncul karena mereka tidak puas dengan pelayanan yang dilakukan gereja sebagai lembaga formal. Gerjakan atau aliran yang cukup menonjol pada waktu itu adalah gerakan karismatik (perlu diketahui bahwa aliran ini ada berbagai macam).
Gerakan ini kemudain berkembang dan banyak orang-orang yang merasa terbeban ini melihat bahwa lembaga ini perlu diformalkan. Muncullah kemudian kelompok-kelompok persekutuan, misalnya persekutuan para pengusaha, kelompok yang terbeban membagikan firman Tuhan ke seluruh duni seperti The Gideon, dan lain-lain.
Namun sebelum tahun 1960-an sudah berdiri lembaga-lembaga pelayanan atau parachurch, misalnya kalau di Indonesia GAMKI. Kondisinya saat itu orang begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga organisasi ini juga kurang lancar, terutama di dunia Barat. Sementara di dunia ketiga, khususnya di Afrika dan Asia, dan sedikit perbedaan. Mereka lebih memfokuskan perhatiannya terhadap masalah-masalah sosial politik sebagai bangsa yang baru merdeka daripada kepada masalah kerohanian semata. Kecenderungan ini terjadi sampai dengan tahun 1970-an. Akibatnya, baik di Barat maupun di dunia ketiga (Timur) parachurch yang ada tidak dianggap lagi sebagai wadah yang mewakili pelayanan rohani.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|