Keadilan sebagai Habitus Berbangsa
Oleh: Benny Susetyo Pr
Tuesday, Feb. 15, 2005 Posted: 5:29:43AM PST
Umat Katolik di seluruh dunia pada Rabu 9 Februari mulai menyiapkan diri untuk memasuki masa prapaskah (Rabu Abu). Selama 40 hari ini, umat Katolik diajak melakukan puasa dan pantang, dengan tujuan utama yakni membangun budaya adil dalam kehidupan bersama. Dalam konteks bangsa kita, tema aksi ini dipilih berdasarkan refleksi bahwa kita telah jatuh dalam jurang terdalam karena gagal membangun sistem yang berkeadilan.
Kalaupun kita memiliki sistem yang mengajak untuk berbuat dan menciptakan keadilan, selama ini sistem itu belum menjadi pijakan semua orang, terutama elite penguasa negeri ini. Di pihak lain, sistem kita yang memiliki roh 'ketidakadilan' juga masih bertebaran di mana.
Kita sebagai bangsa menghadapi dua soal utama dalam bernegara. Pertama, tidak semua orang mau menaati hukum dan sistem yang berlaku, kedua, tidak semua sistem dan hukum yang ada memiliki dimensi keadilan. Itulah masalah kita yang utama. Keduanya memerlukan pendekatan berbeda untuk mengatasinya, namun memiliki semangat yang sama untuk memperbaruinya.
Sistem yang ada tidak pernah menjadi orientasi dalam diri para penguasa. Mentalitas elite masih mentalitas 'kuasa' dan satu-satunya bisikan dalam jiwa dan nurani mereka adalah bagaimana berkuasa dan menguasai orang lain. Dominasi bisikan di hati mereka tentang bagaimana cara berkuasa telah membuat tingkah lakunya sering jahat daripada sebaliknya. Sebab mereka dikendalikan mentalitas kepongahan dan hasrat untuk disembah-sembah.
Menghadapi hal ini, sangat dibutuhkan sebuah keberanian untuk melakukan pembaruan diri dalam rangka menata kehidupan manusia bersama-sama secara adil. Perlu evaluasi diri bahwa kekuasaan bukan berarti segalanya. Manusia ada di dunia ini karena manusia lain. Dan karena itulah dibutuhkan sikap untuk memandang orang lain sebagaimana memandang diri sendiri. Memandang manusia lain yang lebih menderita dengan perspektif yang lebih manusiawi. Mereka harus ditolong dengan segera. Karena mereka maka saya ada, begitu kita bisa memelesetkan kata-kata Cartesian.
Itulah sedikit banyak konsep keadilan yang harus ditekankan. Artinya? Kita diajak untuk tidak egois, melainkan menempatkan segala sesuatu dengan proporsional. Itulah makna keadilan yang seharusnya menjadi roh dari semua sistem yang ada, dan yang akan kita buat.
Harus ditanamkan kuat-kuat bahwa kita ada berkat orang lain. Kebutuhan untuk mencintai sesama berdasarkan nilai-nilai kebersamaan akan lestari bila tumbuh untuk saling berbagi rasa. Tidak membedakan ras, suku, agama, stratifikasi dan kelompok, melainkan setiap anak bangsa harus saling berbagi dalam kehidupan ini.
Kehidupan ini akan menjadi ringan bila tiap-tiap anak bangsa saling memberikan apa yang bisa diberikan untuk meringankan beban orang lain. Keadilan bukan hanya sekedar pemerataan distribusi pendapatan atau terpenuhi hak dan kewajiban. Lebih mendasar lagi bahwa berlaku adil adalah kerelaan untuk menanggung apa yang menjadi hak kaum miskin. Adil di sini harus menyangkut cara berpikir dan bersikap welas asih terhadap mereka yang menderita dan berkekurangan.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|