Duka Aceh dan Nias, Duka Warga Gereja
Oleh: Weinata Sairin
Monday, Jan. 31, 2005 Posted: 12:34:34PM PST
Gempa bumi dan gelombang tsunami yang menghancurluluhkan wilayah-wilayah Aceh dan Nias (Sumatera Utara), 26 Desember 2004, telah menggoreskan duka dan nestapa tiada tara dalam sejarah keindonesiaan kita.
Ratusan ribu nyawa direnggut maut, termasuk anak-anak kecil ditelan arus, bangunan kota luluh lantak, rumah berikut isinya hancur tiada tersisa, kesemuanya membuktikan betapa ganasnya gempa dan tsunami itu.
Di dalamnya direfleksikan dengan sempurna kebesaran kuasa Tuhan, Khalik semesta alam, kekuatan yang tidak terbandingkan. Pimpinan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) memberikan respons yang cukup cepat menanggapi kondisi tersebut.
Diawali pertemuan tanggal 27 Desember 2004, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan periodik setiap hari di kantor PGI, beberapa langkah dilakukan. Posko Bantuan Bencana Alam dibentuk, gereja-gereja diimbau mendoakan dan menghimpun bantuan dana, pernyataan keprihatinan disampaikan melalui media massa cetak, elektronik.
Kemudian melakukan konsolidasi internal lembaga-lembaga di lingkup PGI agar mereka memberi bantuan optimal bagi penanggulangan bencana, membantu pelaksanaan dapur umum di Nias. Tidak hanya berhenti di situ, pengurus PGI membentuk Posko di Medan tanggal 30-31 Desember 2004, dan memberi dukungan dan bagi para pengungsi.
Secara khusus harus dicatat bahwa cukup besar kerugian yang diderita oleh gereja-gereja yang ada di Aceh dan Sumatera Utara yang diakibatkan oleh bencana alam dan tsunami. Gereja-gereja GPIB, GMI, HKBP di Banda Aceh mengalami secara langsung keganasan gempa dan tsunami.
Lebih dari 100 orang warga gereja yang meninggal, ratusan warga yang mengungsi, rumah dinas HKBP dan beberapa gedung gereja rusak, beberapa puluh orang mesti dirawat di RS HKBP. Dalam rangka proses pemulihan Aceh pascagempa, perlu digarisbawahi agar eksistensi gereja dan umat Kristen tetap mendapat ruang di wilayah itu, sehingga gempa dan tsunami di Aceh tidak menjadi alasan untuk meniadakan komunitas Kristiani di NAD.
Gempa dan gelombang tsunami menyerang desa-desa di pinggir laut Kecamatan Sirombu, yaitu Desa Sirombu dan Kepulauan Hinako (12 desa); Kecamatan Mandrehe terutama Desa Lasara Faga, Sisarahili II dan Onolimbu (Hiliwaito), Kecamatan Afulus, Lahewa dan Teluk Dalam.
Selain puluhan orang meninggal, hilang, ribuan mengungsi, tiga gereja rusak total, juga ratusan keluarga di Desa Sirombu, Lasaran Faga, Sisarahili dan Onolimbo kehilangan tempat tinggal. Permasalahan utama di Nias adalah penduduk Desa Sirombu trauma untuk kembali ke desa mereka karena gempa yang selalu menyerang wilayah itu. Dengan demikian, perlu permukiman baru bagi ratusan kepala keluarga.
Respons Gereja
Perhatian gereja-gereja dan lembaga-lembaga Kristiani amat cepat dalam menanggapi gempa dan tsunami ini. Perayaan Natal Nasional yang sedianya akan diselenggarakan di Balai Sidang, Jakarta, tanggal 27 Desember 2004 telah dibatalkan, walaupun para pendukung acara yang datang dari NTT dan kota-kota lain telah tiba di Jakarta.
Dana yang terhimpun dalam rangka Natal tersebut dialihkan untuk membantu korban bencana alam di Aceh dan Nias. Panitia Natal Nasional langsung mengunjungi daerah bencana pada tanggal 28-29 Desember 2004 di bawah pimpinan Dr TB Silalahi. Sinode Gereja, jemaat-jemaat, lembaga-lembaga Kristiani di seluruh wilayah Indonesia telah menunjukkan solidaritas nyata dalam membantu meringankan para korban bencana.
Next Page: 1 | 2 | 3 | 4 |
Eva. N
|