Doa untuk Aceh serta Sumatera Utara
Monday, Jan. 3, 2005 Posted: 6:12:52PM PST
Ketika bencana demi bencana melanda negeri kita: hujan, badai, banjir, tanah longsor, dan gempa bumi yang disertai tsunami di Alor, Nabire, Aceh dan Sumatera Utara/Nias, kita hanya bisa berpasrah kepada Allah, seraya bertanya: Apa maksud Allah dengan semua ini? Adakah rahasia Allah di balik semua peristiwa dahsyat dan mengerikan ini?
Kita memang ingin tahu segala sesuatu kendati tidak mungkin kita memperoleh jawaban sejelas-jelasnya. Kita hanya dapat menduga-duga, kita hanya mampu mereka-reka. "PikiranKu bukan pikiranmu, RancanganKu bukan rancanganmu," demikian sabda Allah, sebagaimana dicatat Nabi Yesaya lebih dari 6000 tahun lalu.
Tetapi, hal itu sangat pasti. Kita sangat bergantung pada Allah. Hidup-mati kita ditentukan oleh-Nya. Ialah Allah dari seluruh kekuatan alam. Ialah Tuhan sejarah. Ia memerintahkan, maka semuanya ada. Ia melarang, maka semuanya diam.
Satu hal lain lagi sangat jelas: betapa kecilnya kita di hadapan Allah ini. Dan betapa rapuhnya kita di hadapan kekuatan-kekuatan alam mahadahsyat. Kita laksana semut atau serangga kecil yang bisa saja menjadi bulan-bulanan permainan hukum-hukum alam, dan perbenturan-perbenturan yang disebabkan olehnya. Kita lemah. Kita tidak berdaya. Kita hina.
Tetapi, seperti kata Blaise Pascal, kita juga telah diangkat oleh Allah kepada kehormatan yang paling tinggi, ketika Ia menjadikan kita mitra dialog-Nya, ketika kita diberi mandat sebagai co-creatorNya.
Kita diberi "kuasa" untuk ikut mengendalikan hukum-hukum alam, sejauh itu dikaruniakan-Nya kepada kita. Namun, kita tidak mampu mengendalikan hukum-hukum itu secara mutlak. Masih sangat banyak hal yang tidak terprediksikan. Termasuk gempa bumi tektonik dan tsunami yang baru saja melanda negeri kita.
Hal itu mengajarkan kepada kita untuk tidak boleh angkuh di hadapan Allah ini. Haramlah bagi kita untuk arogan di hadapan Tuhan, Sang Penguasa mutlak atas alam. Kita hanya bisa tunduk dan mengakui ketidakberdayaan kita.
Maka, ketika gempa bumi dahsyat yang disertai bah samudera memorakporandakan sebagian negeri kita yang indah ini, ketika sekian banyak sarana kehidupan hancur berantakan, ketika sekian ratus ribu nyawa menjadi korban keganasan alam ini, kita hanya menyerahkan semua ini kepada Allah. Allah Maha Kuasa. Allah Maha Tahu. Allah Maha Mengasihi. Dan kita menyampaikan belasungkawa kita yang sedalam-dalamnya kepada sekian ratus ribu keluarga yang ditinggalkan kekasih-kekasih mereka dengan cara tidak wajar itu.
Pada saat yang sama, kita diingatkan agar tidak boleh menuduh, seakan-akan mereka lebih berdosa dari kita. Tidak! Di hadapan Allah kita sama-sama berdosa. Marilah kita menghindarkan berbagai sangkaan yang mengaitkan secara erat antara musibah dan dosa. Kalau kita melakukan itu, kita telah menyalibkan mereka sekali lagi, setelah mereka tersalib oleh kedahsyatan alam ini.
Tetapi, peristiwa itu memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan introspeksi diri, menyiasati hidup kita. Maka marilah kita menangis bersama tangisan mereka, meratap bersama ratapan mereka. Kita menderita bersama penderitaan mereka, kita bersimpati bahkan berempati dengan nasib yang sedang menimpa mereka.
Next Page: 1 | 2 |
Eva N.
|