Was ist Aufkl'ung? Memperingati Dua Abad Kant
Oleh: Trisno S Sutanto
Friday, Dec. 31, 2004 Posted: 1:42:11PM PST
Tepat 220 tahun lalu, pada bulan Desember 1784, sebuah majalah Jerman, Berlinische Monatschrift, menerbitkan jawaban Immanuel Kant atas pertanyaan yang jadi judul esai ini: Apakah Pencerahan? (Was ist Aufkl'ung?) Di situ, dalam teks pendek yang kemudian jadi sangat terkenal dalam sejarah filsafat modern -- sejarah yang bermula dari Kant sendiri! -- Kant seperti memadatkan seluruh proyek Pencerahan dalam Wahlspruch pendek: Sapere aude! "Beranilah berpikir sendiri!"
Teks pendek Kant itu terbukti menjadi soko guru dunia modern. Malah Foucault mengajak kita berandai-andai begini: jika Berlinische Monatschrift masih terbit sekarang, dan menanyakan pertanyaan: "Apakah filsafat modern?" mungkin kita harus menjawabnya seperti gema: filsafat modern adalah upaya untuk menjawab pertanyaan Berlinische Monatschrift dua abad lalu: "Apakah Pencerahan?"
Sebab, Kant telah memasukkan pertanyaan yang terus menyibukkan filsafat modern, dan yang tidak mampu dijawab olehnya. Bagi Kant, kita tahu, pencerahan tidak lain merupakan Ausgang, sebuah jalan dan upaya untuk keluar, untuk bebas dari situasi Unm'digkeit, "ketidakdewasaan". Kant mengartikan ketidakdewasaan itu sebagai ketergantungan dan ketertundukan pada otoritas lain di luar kemampuan akal budi manusia sendiri, entah itu kitab suci, institusi, tokoh maupun apa yang selama ini diwarisi atas nama "tradisi".
Di tangan Kant semua itu adalah otoritas eksternal yang membatasi, atau bahkan membelenggu, kemampuan akal budi manusia. Itulah sebabnya moto paling tepat bagi kaum Aufkl'er adalah seruan tadi: Beranilah berpikir sendiri!
Namun persoalannya tidak sesederhana itu. Berpikir sendiri memang butuh keberanian ekstra untuk menjelajahi ufuk-ufuk terjauh dari akal budi. Kant menggunakan istilah r'onieren, kata yang juga dipakai dalam karya akbarnya tentang Kritik Atas Nalar Murni, untuk melukiskan semangat proyek Pencerahan tadi; r'onieren berarti "bernalar demi kepentingan nalar itu sendiri".
Pada titik inilah seruan kaum Aufkl?er menyibakkan persoalan serius: Pencerahan yang mau menyingkirkan "pra-sangka" (Vorteil, pre-judgement) agar akal budi dapat bernalar demi kepentingan nalar itu sendiri, justru terjebak ke dalam pra-sangkanya sendiri.
Dorongan untuk menjelajahi ufuk-ufuk terjauh akal budi akhirnya mendorong orang sampai pada apa yang disebut Kant pada awal karya Kritik Nalar Murni-nya sebagai "skandal akal budi", yakni pertanyaan-pertanyaan tidak dapat dijawab oleh nalar semata, karena melampaui kemampuannya, sekaligus tidak dapat dinafikan, karena merupakan tuntutan dari nalar. Seluruh KNM Kant merupakan demonstrasi cemerlang skandal tersebut.
Etos Kritis Pencerahan
Jika kita dedah lebih jauh, jawaban yang diberikan Kant pada dasarnya mau mengubah relasi-relasi antara kehendak, otoritas, dan kekuatan akal budi yang selama ini ada. Menarik untuk dicatat, sudah sejak awal esainya Kant meletakkan persoalan m'digkeit pada pilihan seseorang. Dewasa atau tidak dewasanya seseorang lalu tergantung pada pilihan dan keberanian untuk menjalani pilihan itu -- seperti bunyi iklan yang bagus, "Menjadi tua itu nasib; menjadi dewasa itu pilihan".
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|