Setelah Natal
Oleh: Timur Citra Sari
Tuesday, Dec. 28, 2004 Posted: 1:08:51PM PST
Para anggota paduan suara menarik napas lega. Nyanyian terakhir dalam kebaktian Natal akhirnya selesai mereka lantunkan. Puji Tuhan, semuanya berjalan dengan baik. Padahal, jujur saja, hingga latihan terakhir dua hari yang lalu, mereka masih belum "pede" untuk tampil di hadapan jemaat. Semuanya masih begitu kacau. Pastilah Tuhan yang memungkinkan semua ini terjadi.
Sambil saling mengucapkan selamat Natal, setiap anggota paduan suara membereskan jubah seragam mereka, menyimpannya di tas masing-masing, siap untuk di-laundry. Dan, setelah kembali dari laundry, semua jubah itu akan disimpan oleh salah seorang dari mereka. Jubah tersebut baru akan dipakai lagi tahun depan, pada hari Natal yang akan datang.
Bukan hanya jubah Natal yang siap disimpan, tetapi juga lagu-lagu Natal yang baru mereka nyanyikan tadi. Kumpulan lagu-lagu berlabelkan "Natal" kini sudah waktunya diletakkan pada bagian paling belakang map lagu-lagu. Sebagaimana jubah, lagu-lagu ini baru akan dibuka kembali menjelang Natal tahun depan.
Bagi teman-teman kita yang tidak merayakan Natal, tanggal 25 Desember yang dijadikan hari libur nasional mungkin berarti sebuah kesempatan untuk tidur lebih lama. Atau, mungkin juga, kesempatan untuk bersantai bersama keluarga. Walau kesempatan-kesempatan seperti itu patut dihargai, tetapi begitu tanggal tersebut berlalu, kita pun segera kembali pada hidup rutin kita yang biasa. Tanggal 25 hanyalah salah satu dari 31 hari yang dimiliki bulan Desember.
Tentu saja, karena kita menerima Natal sebagai peristiwa besar kelahiran Juru Selamat manusia, tanggal 25 Desember menjadi tanggal yang bermakna istimewa. Mulai dari anak-anak hingga para lanjut usia merayakannya. Mulai dari tokoh-tokoh historis dengan jubah longgar mereka (Yusuf, Maria, bayi Yesus, gembala-gembala, domba-domba, tiga orang majus, dan para malaikat), hingga "sinterklas" yang mengenakan baju tebal berwarna merah (pasti panas luar biasa jika dikenakan di Jakarta!) menyambutnya.
Mulai dari tampilan Natal "klasik" (kandang domba dengan palungan yang penuh jerami) hingga panggung yang mempertontonkan Natal "masa kini" (bisa jadi setting sebuah rumah mewah, atau sebuah rumah sederhana, atau salah satu jalan di sebuah kota - semua tergantung tuntutan skenario) mengelukannya.
Namun, sampai kapan kita merayakan, menyambut, serta mengelukan Natal? Jujur saja, bagi kebanyakan panitia Natal, begitu tanggal 25 Desember terlewati dengan "selamat" (dalam arti: drama berlangsung sukses, seluruh jemaat yang mendapat lilin untuk acara candle light service, dan - khususnya bagi panitia Natal beberapa tahun belakangan ini: - tidak ada bom atau ancaman bom!), konsentrasi mereka langsung "terbang" ke acara Tutup Tahun dan Tahun Baru. Dan, sebagaimana kita tahu, walau hanya berbeda satu minggu, acara Natalan dan Tahun Baruan tidaklah sama.
Tentang Natal di Betlehem dulu, Lukas menuturkan, "Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: 'Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.' Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan." (Lukas 2:15-16).
Next Page: 1 | 2 |
|