Peran Gereja sebagai Agen Pembaruan
Oleh: RP Borrong
Wednesday, Dec. 1, 2004 Posted: 9:42:37AM PST
Gereja hadir dalam dunia untuk membawa pesan pembaruan dari Tuhan yang datang melakukan transformsi dalam seluruh tatanan kehidupan manusia. Manusia modern sangat dipengaruhi oleh paham kemajuan yang terlalu menitikberatkan pada bidang ekonomi, sehingga terbentuklah pribadi-pribadi konsumtif yang mencari nilai hidup dalam materi, kuasa kenikmatan. Nilai yang diutamakan bukanlah cinta kasih melainkan status. Konsep hidup bukanlah mandiri tetapi memiliki. Timbullah kecenderungan korupsi yang tidak peduli pada nilai moral seperti kasih, kejujuran dan keadilan. Kebajikan dan kebijaksanaan tidak penting lagi, digantikan sikap mumpung dan arogan. Sukses diukur dari kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan dan tidak lagi pada prestasi dan pelayanan. Apa yang sikap dan perilaku gereja sebagai agen pembaruan?
Sudah sangat lama gereja-gereja merumuskan sikapnya terhadap dunia, termasuk terhadap pembangunan Indonesia, yaitu positip, kritis, kreatif dan realistis. Tetapi rumusan itu memang sebatas rumus pengetahuan dan belum menjadi rumus pengertian. Artinya, dalam kenyataannya gereja-gereja di Indonesia lebih banyak tunduk kepada kemauan dunia dari pada kepada Yesus Kristus sebagai sumber pengetahuan dan moralnya. Gereja mestinya menjunjung tinggi kasih sebagai hokum pertama dan utama yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Kalau itu dilakukannya, maka ia akan mampu berperan sebagai agen pembaruan.
Gereja atau Iman Kristen, menurut Hans Kščng, berpusat pada hakikatnya sebagai pengikut-pengikut Kristus ( followers of Christ. Itu berarti berarti gereja menjadi terlibat dengan Dia dan menempuh jalan kita sendiri sambil mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya. Mengikut Kristus adalah suatu formasi bukan sekadar perubahan bungkus luar tetapi perubahan hati dan perubahan manusia seutuhnya. Jadi kalau gereja mau menjadi agen pembaruan ia harus tunduk hanya pada hukum Kristus dan tidak mengikuti dunia. Kalau dunia menjadi konsumtif dan suka korupsi, maka gereja seharusnya memperlihatkan hidup yang lebih produktif dan antikorupsi.
Bonhoeffer memahami gereja sebagai murid. Gereja pada hakikatnya adalah pemuridan (discipleship). Bagi Bonhoeffer, menjadi murid berarti menjadi gereja yang memberitakan anugerah yang berharga dan mahal, bukan anugerah yang murah. Anugerah yang murah, menurut Bonhoeffer telah membawa kekacauan dalam gereja. Anugerah yang murah lahir dari gereja yang menjadi sekuler (tunduk kepada kemauan dunia). Anugerah yang murah adalah khotbah tentang pengampunan tanpa pertobatan, baptisan tanpa disiplin gereja, perjamuan tanpa pengakuan iman, pengampunan tanpa pengakuan pribadi. Anugerah yang murah adalah anugerah tanpa pemuridan, anugerah tanpa salib, tanpa hidup dan salib Yesus Kristus. Bagi Bonhoeffer, hanya di dalam anugerah yang mahal terdapat sukacita kehidupan Kristen. Hanya dalam anugerah yang mahal, yaitu ketaatan sejati kepada Kristus, gereja dapat menjadi agen pembaruan.
Gereja-gereja di Indonesia tidak akan mampu menjadi agen perubahan, kalau ia sendiri tidak berubah dengan sungguh-sungguh berpaling dari kemauan dunia dan mengikut Yesus Kristus. Gereja tidak sekedar menjadi persekutuan orang beragama Kristen melainkan menjadi persekutuan orang beriman/ bertuhankan Yesus Kristus. Gereja tidak sekadar menjadi persekutuan penggemar Yesus Kristus, tetapi peneladan Yesus Kristus.
Next Page: 1 | 2 | 3 | 4 |
|