Gereja-gereja Menyongsong SR XIV PGI
Oleh: Andreas A Yewangoe
Saturday, Nov. 27, 2004 Posted: 5:56:54PM PST
Gereja-gereja di Indonesia sedang bersiap-siap menyongsong Sidang Raya (SR) XIV Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). SR yang dipercepat ini akan diselenggarakan di Caringin, Bogor, 29 November hingga 5 Desember 2004. Tema diambil dari Roma 12:2b: "Berubahlah oleh pembaharuan budimu".
Tugas sebuah SR adalah untuk mengevaluasi berbagai program yang telah dilakukan pada waktu lalu, dan merumuskan apa yang merupakan tugas-tugas bersama dalam masa lima tahun ke depan, di samping memilih pengurus baru.
Lebih dalam dari itu, melalui sidang akbar ini gereja-gereja merenungkan kembali dan sekaligus membarui komitmen mereka dalam gerakan keesaan. Masihkah gerakan keesaan berada pada relnya yang benar?
SR XIII Palangkaraya (2000) memilih tema, "Carilah Tuhan Maka Kamu Akan Hidup". Gereja-gereja, dalam rangka perenungan kembali komitmen itu perlu bertanya apakah benar gereja-gereja selama ini telah mencari Tuhan dalam seluruh kesaksian dan pelayanan mereka, atau mereka hanya mencari dirinya sendiri yang lalu diklaim sebagai "Tuhan"?
Dokumen Keesaan Gereja (DKG) 2000 menegaskan supaya Gereja Kristen Yang Esa (GKYE) sudah dapat diwujud-nyatakan dalam SR XIV. Ini suatu optimisme yang luar biasa besarnya. Namun kita semua tahu, bahwa agaknya kita belum berada dalam kondisi siap mewujudnyatakan itu. Itu tidak berarti bahwa kita mesti berputus asa.
Bagaimanapun keesaan gereja-gereja tidak selalu mesti diwujudkan melalui suatu bentuk kesatuan institusional. Keesaan kita justru menjadi sangat terasa melalui pelaksanaan tugas-tugas bersama, suatu keesaan in action.
SR ini diselenggarakan di tengah-tengah berbagai pergolakan-pergolakan dunia, baik pada aras nasional maupun internasional. Di dalam negeri, kita masih tetap mengalami akibat-akibat buruk dari krisis multidimensi yang melanda negeri kita sejak 1997. Sudah empat presiden silih berganti, naik turun, tetapi pemulihan total belum terjadi, kendati tanda-tanda menggembirakan telah kita lihat.
Di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemilu yang demokratis telah diselenggarakan. Kita menjadi negeri demokrasi terbesar ketiga sesudah Amerika Serikat dan India. Proses demokratisasi ini perlu dijaga dan dikembangkan agar tidak mati muda.
Terlepas dari hal-hal menggembirakan ini, kita harus mencatat dengan sedih berbagai kekerasan yang masih saja terjadi di Tanah Air. Poso yang selama ini memang rawan, kendati telah dinyatakan kondusif, namun tiba-tiba meledak. Berbagai pembunuhan dan bahkan pengeboman masih terjadi.
Di NAD diberlakukan darurat sipil, sebagai tanda bahwa keamanan di kawasan itu belum sepenuhnya pulih. Kekerasan masih dipraktikkan. Hal serupa kita saksikan di Papua, yang juga terus bergolak menuntut keadilan. Maluku sudah kondusif, tetapi kita juga mesti tetap waspada, sebab bisa juga tiba-tiba panas oleh hal-hal sepele.
Jangan lupa, Ibukota pun masih terus diancam oleh kemungkinan-kemungkinan pengeboman dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya. Di samping itu kita masih berperang dengan berbagai praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|