Paulus, Wanita dan Gereja
Rasul Paulus, dan Alkitab secara umumnya mengajarkan kesamaan antar jenis kelamin yang berbeda dinyatakan lewat bagaimana mereka saling melengkapi satu sama lainnya
Saturday, May. 29, 2004 Posted: 11:03:54AM PST
Saat orang-orang Kristiani pada abad ke-21 mendekati pengajaran rasul Paulus menyangkut istri yang harus tunduk kepada suaminya (Efesus 5:22) dan wanita harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat (I Kor 14:34), mereka harus mengingatkan diri mereka sendiri bahwa pengajaran Paulus sama kontoversialnya di abad pertama seperti pada masa sekarang.
Dunia alkitabiah abad pertama dari Yudaisme dan kebudayaan Greko-Roma dicirikan dengan dominasi pria dan cauvinisme. Tapi pada abad ke-21 kebudayaan Amerika Utara dan Eropa di dominasi oleh politik yang membenarkan persamaan hak pria dan wanita, yang menolak untuk menerima semua perbedaan antara pria dan wanita.
Sebagai contoh, saat Rasul Paulus menulis surat kepada gereja di Efesus, ia mengatakan kepada semua Kristiani (tanpa memadang etnik, status sosial, ataupun jenis kelamin, Gal 3:18) dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. (Efesus 5:21). Lalu, awal dari Efesus 5:22, ia menjelaskan secara terperinci bagaimana kepatuhan dan hati dari seorang hamba dinyatakan didalam pernikahan.
Di dalam budaya dimana seorang istri dianggap sebagai harta benda dari suaminya, Paulus memerintahkan suami Kristiani untuk mengasihi istri mereka sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan untuk memenuhi tanggung jawab yang telah diberikan oleh AllahNya untuk melindungi, menyediakan bagi, dan memimpin keluarganya dalam sikap yang saleh. Bagaimanakah Kristus mengasihi jemaat? Dengan kasih agape - kata Yunani untuk kasih rohani - yang Ia contohkan dengan memberikan nyawaNya bagi jemaat.
Ini adalah kasih agape yang mengubah pandangan dunia atas kepatuhan dari kekuasaan dan penghormatan berlebihan kepada kerendahan hati dan pelayanan.
Dalam tulisannya kepada Jemaat Korintus, Paulus menulis tulisan tentang Keilahian yang amat menginspirasi pada kasih agape ini yang mana meminta para suami untuk mengasihi istri mereka: " Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.Kasih tidak berkesudahan" (I Kor 13:4-8).
Istri diharapkan untuk menyatakan kepatuhannya dalam pernikahan dengan menyerahkan dirinya kepada suaminya "sama seperti kepada Tuhan" (Efe 5:22). Tidak ada tanda dalam bagian ini atau dalam bagian-bagian lain yang mengatakan bahwa wanita dalam segala hal lebih rendah daripada pria, walaupun itu adalah saat yang didenominasi oleh tradisi kebudayaan dan para rabi. Para pria abad pertama yang menerima surat Paulus kepada jemaat di Efesus pastilah amat terkejut oleh perintah yang baru dan yang menuntut dikorbankannya tempat mereka.
Saat Rasul Paulus mengubah perhatiannya kepada prilaku wanita di gereja, sekali lagi ia membicarakan masalah yang ada dalam konteks catatan penciptaan di Kejadian, yang dengan jelas mengajarkan bahwa pria dan wanita adalah sederajat dan berharga di mata Sang Pencipta (Kejadian 1:26-27).
Next Page: 1 | 2 | 3 |
Yunita Tjokroadinata
|