Dr. Andar Ismail
Penulis Laksana Gardu Listrik
Friday, Jul. 30, 2004 Posted: 9:15:12PM PST
Pada mulanya adalah ayah dan ibu yang gemar membaca. Di ruang tamu, kamar tidur atau di dapur, hari-hari di rumah sederhana itu tak pernah lewat tanpa koran, majalah atau buku. Selalu ada bacaan untuk keluarga, bahkan koran bekas pembungkus ikan asin. Dan buku-buku yang oleh si anak — yang jadi jatuh cinta pada buku — dipinjamnya sendiri dari perpustakaan Sekolah Dasar. Kini anak itu, Andar Ismail, telah menjadi seorang penulis, pendeta, dan dosen yang tulisan, khotbah, dan kuliahnya telah menjadi berkat bagi banyak orang.
Penulis buku renungan “Seri Selamat” yang amat populer di kalangan Kristen ini lebih dikenal karena puluhan buku dan artikel yang ditulisnya. Setiap tahun selalu lahir karya yang cetakan pertamanya minimal beroplah 10.000 eksemplar. Dengan ciri khasnya, lebih dari dua dekade ini “Seri Selamat” menjadi best-seller. Tulisannya selalu berbobot dan bernas, namun disampaikan dalam gaya bahasa yang ringan, segar, jenaka, dan mudah dibaca.
“Pergumulan saya adalah bagaimana menyampaikan Injil yang sulit, sehingga bisa dipahami tanpa membuat kening berkerut,” ungkap penulis yang memperoleh inspirasi dari mengamati peristiwa sehari-hari itu
“Seorang penulis laksana gardu listrik. Aliran listrik yang 20.000 volt misalnya, tidak mungkin dialirkan langsung dari pembangkit listrik menuju rumah konsumen. Pasti hangus tak bersisa karenanya. Agar berguna, voltase aliran harus ditranformasi menjadi 220 volt dengan gardu-gardu listrik barulah diteruskan ke konsumen,” demikian ia beranalogi.
Efektivitas seorang komunikator, dalam hal ini penulis, diukur dari seberapa banyak pesan yang bisa ditangkap dan dicerna pembaca.
“Bila tulisan kita sulit, bagaimana pembaca bisa mengerti? Tulisan itu tetap hanya akan jadi milik si penulis,” tukasnya. Idem dito dengan peran pendeta.
“Sebagai gembala yang memberi makanan rohani jemaat awam, pendeta hendaknya bertindak sebagai transformator yang mengolah bahan-bahan berat seperti Alkitab dan buku-buku pendukung yang voltasenya tinggi sehingga menjadi santapan rohani yang sehat dan nikmat dicerna,” urai penerima Literature Award dari Dewan Gereja-gereja di Amerika Serikat itu.
Hamba Tuhan yang juga pengajar di STT Jakarta ini mengaku, salah satu motivasi utamanya mengarang buku ialah agar banyak orang menjadi gemar membaca dan, syukur-syukur, menulis.
(Men Yon)—Bahana Magazine
|