Lokakarya Nasional Kekerasan:
Gereja Agar Kembangkan Teologi Pluralisme
Monday, Nov. 15, 2004 Posted: 4:21:47PM PST
Lokakarya Nasional yang bertema " Kekerasan, Komunikasi dan Budaya Damai " berlangsung 4-8 November 2002 di Pendopo Yakoma-PGI, Jalan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, dihadiri 18 orang dan gereja-gereja dan organisasi non-pemerintah dan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Lokakarya diadakan dalam rangka " Dekade untuk Mengatasi Kekerasan " 200 1-2010 Dewan Gereja- gereja Sedunia (WCC).
Peserta lokakarya yang diselenggarakan Yakoma-PGI ini mengimbau keluarga-keluanga untuk mengembangkan budaya damai melalui komunikasi yang setara antar-anggota keluarga, memberlakukan kesetaraan gender, menghapuskan tindakan-tindakan dan diskriminasi, terutama terbadap anak-anak perempuan, menanamkan penghargaan kepada perbedaan-perbedaan. Keluarga-keluarga juga harus bersikap kritis terhadap kurikulum pendidikan, lagu-lagu yang bias gender dan mewaspadai dampak media.
Dalam Pemahaman Alkitab (PA) yang diadakan, didiskusikan tentang berbagai kekerasan yang harus diatasi melalui jalan tanpa kekerasan, peserta telah mencoba menggali dan membongkar akar-akar kekerasan, serta berupaya menemukan strategi penghapusan ketidakadilan gender, melawan kekerasan tanpa kekerasan untuk menumbuhkan budaya damai.
Peserta lokakarya meyakini bahwa " Jalan Kristus " yang tanpa kekerasan merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menyatakan eksistensi gereja di tengah-tengah dunia yang semakin marak dengan kekerasan. Gereja dipanggil untuk menyatakan keberpihakannya kepada para korban, seraya mengatasi kekerasan tanpa kekerasan, termasuk melakukan kritik diri terhadap struktur institusi, teologi, dan cara-cara penafsiran terhadap teks Kitab Suci.
Kepada gereja, para peserta lokakarya mengimbau agar gereja megembangkan cara-cara membaca Alkitab dengan " mata baru " untuk membongkar teks-teks Kitab Suci yang mendiskriminasikan perempuan, dan juga yang menina-bobokan umat bersikap pasif dan pasrah, mengembangkan teologi yang menghargai pluralisme. Untuk itu gereja-gereja perlu bekerjasama dengan agama-agama lain dan lembaga-lembaga nonpemerintah untuk terlibat dalam mengatasi korban-korban kekerasan, dan menghindarkan stigmatisasi terhadap mereka yang berbeda iman.
Peserta juga mengimbau kepada pemerintah supaya meninjau kembali aturan dan peraturan yang bias gender dan menghukum pelaku kekerasan dalam berbagai bentuk tanpa memandang bulu.
Mereka juga meminta media agar mengembangkan jumalisme damai dengan cara-cara menghapus steriotipe, stigmatisasi, eksploitasi terhadap perempuan, menghasut dan menyebarkan kebencian dengan menampilkan pelaporan yang seimbang.
Yakoma
|