Para Pembina Seminari Ingin Kembangkan Kemampuan Calon Imam Untuk Menulis
Tuesday, Jul. 20, 2004 Posted: 1:02:05AM PST

JAKARTA -- Para pendidik di seminari menengah dan seminari tinggi di tanah air sepakat untuk mengembangkan kemampuan menulis dari para calon imam dengan penekanan pada bidang jurnalistik.
Mereka mencapai kesepakatan ini pada Pelatihan Kesadaran Bermedia Para Pendidik Seminari yang dilaksanakan 28 Juni-2 Juli di Wisma Samadi yang dikelola Serikat Yesus di Jakarta Timur. Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengorganisir pelatihan itu.
Peserta terdiri atas 30 imam, tujuh frater, tiga awam, dan dua bruder yang mengajar di 28 dari 29 seminari menengah di tanah air dan delapan dari 21 seminari tinggi. Para frater mengajar di seminari-seminari menengah sebagai bagian dari pendidikan mereka.
"Tugas pewartaan tidak lagi terbatas pada mimbar gereja," kata mereka dalam sebuah rekomendasi. Dari beragam sarana komunikasi yang ada, lanjut mereka, media cetak tetap menduduki tempat dan peran istimewa.
Peserta mengamati bahwa kegiatan menulis itu penting dalam pembinaan imamat karena banyak aspek pembinaan imamat menggunakannya. "Kegiatan menulis merupakan intellectual exercise yang paling utama untuk mengembangkan sekaligus mengungkapkan kemampuan seseorang untuk membaca (mencari informasi), mendengarkan, mendiskusikan, melihat, dan merasakan lebih jauh dan lebih dalam dari apa yang tampak atau terjadi," kata mereka.
Kegiatan menulis bisa mengungkap kepribadian, iman dan jiwa pastoral serta meningkatkan kejujuran, kejelasan, dan kesederhanaan dalam berpikir dan berekspresi, lanjut mereka. "Bahkan, kemampuan menulis bisa secara tidak langsung memperkaya kemampuan public speaking dan menyampaikan kotbah," kata rekomendasi mereka.
Rekomendasi itu menyebut hal ini sebagai alasan mengapa peserta sepakat untuk mengembangkan kemampuan menulis para calon imam dengan penekanan pada bidang jurnalistik dan kegiatan menulis untuk berbagai media.
Mereka menyarankan agar seminari-seminari mengadakan kursus, lokakarya, dan seminar jurnalistik yang diberikan oleh para praktisi media. "Kegiatan belajar-mengajar di seminari hendaknya diarahkan pada kecintaan untuk menulis," kata mereka. Mereka juga mengajak seminari-seminari untuk mengadakan pelatihan public speaking dan mendorong para pendidik untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis di seminari-seminari.
Sebagai langkah konkret, mereka menyarankan agar para calon imam melakukan refleksi harian tertulis dalam bentuk buku harian sebagai latihan dasar menulis. Mereka juga hendaknya mengadakan atau menggalakkan majalah dan buletin seminari. Seminari-seminari didesak untuk memfasilitasi lomba-lomba karya tulis -- baik fiksi maupun non-fiksi -- di kalangan para calon imam
sumber:mirifica.net
|