Terbatasnya Kehidupan Umat Kristiani di Sangihe Talaud
Friday, Dec. 17, 2004 Posted: 1:01:19PM PST
Bagi Pendeta Arnold Apolos Abbas MTh dan Drs George Aunsi untuk bisa menghadiri Sidang Raya XIV Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Caringin, Bogor, Jawa Barat, akhir November lalu jalannya teramat panjang karena keterbatasan sarana transportasi. Tetapi, keterbatasan itu tidak mengendurkan semangat utusan Gereja Masehi Injili Talaud (Germita) menghadiri sidang raya.
George Aunsi (38), Sekretaris Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kabupaten Kepulauan Talaud, yang juga Sekretaris Umum Komisi Pemuda Sinode Germita, menggambarkan bagaimana jarak ke negara tetangga Filipina, jauh lebih dekat dari kampung halamannya. Manado ditempuh dalam waktu 24 jam, tetapi ke Filipina Selatan hanya empat jam dengan kapal yang sama. Kenyataan itu membuat banyak warga Talaud untuk mengadu nasib di Filipina. Banyak generasi usia 50 tahun ke atas, yang fasih berbahasa Tagalog.
Kondisi di Talaud hampir tidak berubah sejak masa kemerdekaan. " Kondisi infrastruktur di Talaud sangat memprihatinkan, " ujarnya.
Dalam segala keterbatasan itu, kata Arnold, warga Talaud yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, masih menghadapi masalah berperang melawan hama yang menyebabkan tanaman kelapa gundul. Serangan mencapai sekitar 70 persen tanaman kelapa dari luas keseluruhan 27.000 hektare perkebunan kelapa di Kabupaten Kepulauan Talaud. Selain itu, masalah lain juga menyangkut persaingan dengan nelayan-nelayan asing yang mempunyai teknologi penangkapan ikan yang lebih.
Menghadapi keterbatasan itu, Arnold dan George pada Sidang Raya PGI berharap konsentrasi PGI 2004 - 2009 diarahkan ke masyarakat perbatasan atau masyarakat pesisir, daerah-daerah kepulauan, hingga gerakan keesaan berjalan secara menyeluruh. Dalam hal ini, apakah gereja-gereja kuat bisa bermitra dengan gereja-gereja kecil.
Mereka juga ingin mengetuk hati pemerintah pusat untuk mengubah paradigma pembangunan, mengedepankan daerah-daerah perbatasan yang bertindak sebagai pintu masuk dari negara luar. Arnold mengibaratkan daerah perbatasan sebagai jendela. "Seharusnya ada perhatian terhadap masyarakat pesisir agar tidak mudah dipengaruhi negara-negara luar. Sebagai daerah lintas batas, perlu ada penguatan-penguatan," Arnold memberi pandangan.
Hal lain yang penting menurutnya adalah memperhatikan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan bagi masyarakat, akan mampu meningkatkan daya tawar.
Ia mengatakan, " Negeri ini sudah merdeka sejak 1945, tetapi kami belum merasakan kemerdekaan itu," katanya. Sejak kemerdekaan diproklamasikan, baru Presiden Sukarno yang pernah menjejakkan kaki di tanah Talaud. Maka sempat muncul perjuangan untuk "memerdekakan diri". Pilihan lain, sempat muncul unek-unek di kalangan pemuda yang tidak sabar, untuk bergabung dengan Filipina. Perasaan itu muncul sebab kelangkaan bahan bakar, sarana transportasi yang terbatas, sarana infrastruktur yang memprihatinkan.
George, dimana dia juga merangkap sebagai guru, petani sekaligus pekebun mengatakan "Belum lagi bicara sumber daya manusia. Kami hanya mengenal tiga profesi di sana, guru, pendeta, atau perawat. Itu profesi pilihan bagi kami yang mampu bersekolah di Manado, lalu pulang ke kampung halaman. Beruntung pulang, karena banyak generasi muda yang kemudian tidak mau balik ke kampung halaman, dan memilih mencari kehidupan yang lebih baik di Manado. Bagaimanapun, kami, para pemuda, masih cinta NKRI. Namun, kami mengharapkan ada perhatian khusus bagi daerah perbatasan, yang ditetapkan melalui SK Presiden," katanya.
Next Page: 1 | 2 |
Eva N.
|