A two-day second congress of world and traditional religious leaders has opened at the Peace and Accord Palace in Kazakhstan's capital city Astana.
The congress was opened by Kazakh President Nursultan Nazarbayev, the author of the religious congress initiative. The previous congress was held in Astana in the autumn of 2003.
The second congress will focus on freedom of religion and respect for other religions, and the role of religious leaders in strengthening international security.
The congress has brought together 30 representatives of world and traditional religions, including from Islam, Buddhism, Judaism, Daoism and Shintoism, and 13 guests of honor. The event is being attended by representatives of international religious organizations, among them the World Conference on Religion and Peace, the World Foundation for Zarathustra Culture and the World Council of Churches. Unlike the previous congress, the current one will be attended by politicians from different countries, among them former Malaysian Prime Minister Mahathir Mohammad, former Iranian President Mohammad Khatami and UNESCO head Koichiro Matsuura.
Sementara itu, Senin (11/9), sejumlah perwakilan mulai mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev di Ak Orda, Istana Presiden.
Mereka yang mengadakan kunjungan adalah Salman Al- Hussayni Al-Nadvi, Presiden Organisasi Muslim Jama't-u-Shabab-e-Islam dari India; rombongan Dzhi Kwan, Presiden Chogye Buddha (Korea); Dr Abdullah bin Abdulmohsin Al- Turki, Sekretaris Jenderal Liga Dunia Muslim (Arab Saudi); Rt Rev Nicholas Baines, Uskup Gereja Anglikan Croydon, Inggris; Koichiro Matsuura, Direktur Jenderal UNESCO; serta Shantilal Karamshi Somaiya, Ketua Indological Research Institute and Inter-Faith Dialogue.
Kongres kali ini merupakan yang kedua kali setelah yang pertama diadakan tiga tahun lalu. Dan, sebuah peringatan diletakkan di sebuah monumen besar berupa bangunan yang dibangun setinggi 97 meter dan menghabiskan 4,5 juta dollar AWS itu. Di bagian atas terdapat monumen yang ditandatangani oleh 17 ketua delegasi. Inti dari peringatan itu adalah "Dari Astana, kita bangun sebuah dunia yang damai".
Nick Baines, Uskup Anglikan dari Croydon, Inggris mengemukakan, upaya untuk membangun dunia yang damai, dan sudah dimulai dengan kongres pertama tiga tahun lalu, masih merupakan proses hingga sekarang. Karena itu, semua pihak perlu bersabar, jangan terlalu berharap banyak bahwa segala persoalan yang terkait dengan masalah agama akan diselesaikan dengan saling berbicara.
"Kita harus mencoba realistis dengan apa yang bisa dicapai dalam dialog dengan yang lain. Dari pertemuan pertama, saya akui kita harus bekerja lebih keras dan serius dengan upaya nyata. Jangan sampai kita meninggalkan kongres hanya dengan kata-kata. Upaya membangun perdamaian harus disertai tindakan nyata," kata Nick Baines.
Menjawab pertanyaan tentang masuknya para politisi dalam pembicaraan masalah agama, Nick Baines mengemukakan, masuknya para politisi dalam diskusi mengenai agama akan membawa pembicaraan dan dialog menjadi berbeda. Pembicaraan pasti tidak bisa murni mengenai agama semata, tetapi pasti akan tercampuri dengan urusan lain.
"Saya meyakini pemimpin agama memerlukan waktu untuk saling berbicara dari hati ke hati tanpa melibatkan para politisi. Saya senang, hari ini kita bisa bertemu dan saling berbicara lagi," ujar Nick Baines.
Dr Abdullah bin Abdulmohsin Al-Turki mengemukakan bahwa pertemuan itu memiliki arti penting untuk menajdi awal bagi pembangunan dunia yang lebih damai.
Dia mengakui, kongres diselenggarakan karena para pemimpin agama mempunyai kekuatan dan pengaruh yang amat kuat di masyarakat. Apa yang dikemukakan para pemimpin agama bisa dipastikan dan efektif akan sampai kepada masyarakat.
"Karena itu, dari sudut pandang ini, para pemimpin agama memiliki peran penting dan pengaruh kuat di masyarakat, dan itu tidak diragukan lagi. Dari sini pula para pemimpin agama diharapkan mempunyai peran besar dalam membangun perdamaian dunia," kata Al-Turki.
Lanjutnya, "Para pemimpin agama memiliki kontribusi besar dan nyata dalam membuat perdamaian."
Uskup Agung Desmon Tutu dan dua pemimpn terkemuka lainnya menyerukan kepada para pemimpin G8 dalam ...